Senin, 09 Juli 2012

CERPEN TENTANG PERSAHABATAN SEJATI

AKU CINTA SAHABATKU
Oleh NN

Angin sore menerpa wajahku yang sedang asyik-asyiknya melamunkan hal yang ga tau kenapa bisa aku lamunin. Hal ini tuh udah bikin aku galau belakangan ini. Ya, apa lagi kalau bukan jatuh cinta. Jatuh cinta udah ngebuat aku kaya orang bego. 

Tiap kali aku makan, wajah dia tuh selalu muncul, ngebayang-bayangin tiap langkah aku ke sekolah, dia tuh bagaikan bintang untukku, slalu nemenin tokoh 'aku' dalam mimpi aku. Sebenernya sih dia tuh temen chattingan facebook aku, dia tuh slalu ada kalau aku lagi sedih, ada masalah, juga kalau aku seneng, dia slalu ada buat jadi tempat berbagi kesenangan.  

"Braakkkk!" suara itu kedengaran amat menyeramkan, dan setelah kusadari, ternyata aku terjatuh dari ayunan yang sedang kunaiki. Ya ampun, aku ngelamunin dia lagi... Apa yang terjadi sama aku? Masa aku baru aja ngelakuin hal bego kaya gitu? Hal yang mungkin ngebuat orang lain ngakak di atas penderitaanku. 

"Awww.... Sakit banget kaki aku..." sebenarnya aku tau di taman ini ga ada orang lain selain aku, tapi kok aku ngerasa ada suara ketawa yang kejam? Hiiyyy, jangan-jangan....... 

"Huaaaa", aku berteriak kencang saking kagetnya. Baru kali ini aku denger suara hantu, ternyata suaranya tuh kaya manusia banget yah.  

"Ya ampunnn, ini Kayla? Ahaha, aku ngga nyangka banget bisa ketemu kamu di sini, Kay", kata suara itu. Haaaaa..... Salah apa aku bisa ketemu hantu di sore hari yang indah ini, ternyata hantu itu serba tau yaaa, masa dia juga tau nama aku, terus ya iya dia seneng bisa ketemu manusia bernama Kayla ini di taman terus nakut-nakutin dia, sementara aku...? 

'Tuhan tolongin aku Tuhan, bawa aku ke tempat yang aman, ke atas pohon boleh deh, asal aku ga usah ngeliat ni hantu gitu, ngga usah tatap muka sama diaaa.... Aku takut hantu....', doaku dalam hati. Tapi kayanya itu cuma jadi mimpi soalnya aku masih di bawah pohon, di deket ayunan kuning ini.... Suara langkah kaki itu semakin deket lagi... 

"aaaaaaa, jangan bunuh aku, mas hantu, aku masih belom punya pacar, masih banyak dosa sama mama sama papa... Pleaseee dong mas hantu, biarin aku hiduppp", teriakku sejadi-jadinya.  "Hahahahaha Kaylaa-Kaylaa... Kamu tuh yaa ngga di dunia asli, ngga di chat, sama aja: PENAKUT! Hahaha, ini aku, Mike..." kata suara itu... 'Mike siapa' kataku dalam hati.... 'Mike??? Hah, cowo itu? yang sedari tadi aku pikirin? Cowo yang ngebuat aku jatuh memalukan dari ayunan? hahaha, ngga mungkin ah', kataku sembari membalikkan tubuhku ke arah suara itu berasal. Hwaaa, wajah itu membuat hatiku bergetar hebat. 

Ternyata itu beneran Mike ya Tuhan!  Seketika lidahku tak bisa berkata-kata, 'kenapa lidahku kelu tiap kau panggil aku', gitu kalo kata sm*sh! aduh apa apan aku ini, di saat seperti ini aku masih bisa mikirin boyband asal Bandung favoritku itu... kembali lagi dong ke dunia nyata. "Hah, kamu beneran Mike?" kataku, memandang wajah dia yang berdiri di sebelahku sambil mengulurkan tangan, membantuku berdiri. 

"Ya iyalah emang kamu mikir aku ini hantu yang tau nama kamu? Hahaha", kata Mike seolah dapat membaca pikiranku. "Hehehe, ya kirain sih", kataku, menyambut uluan tangannya.  Baru kali ini aku melihat wajah aslinya, ternyata lebih cakep dari fotonya, ngebuat hati aku cenat cenut. 

Kami mengobrol banyak di taman sambil menikmati matahari yang dengan malu-malu ke tempat asalnya. Senja itu, aku benar-benar ngerasain apa yang namanya indahnya jatuh cinta. Setelah mengobrol begitu lamanya, kami berpamitan, oiyah sekarang aku tau, dia pindah ke blok sebelah rumah aku. Aku jadi tetanggaan sama dia, senangnya :D. Kami lalu pergi ke rumah Mike untuk Mike kenalkan sama keluarganya yang sering dia ceritakan di chat ym ke aku.    

Mike pindah dari Jakarta ke Bandung, katanya sih papanya tugas kerja di Bandung. Dia tinggal sama keluarganya, yang barusan dia kenalin ke aku, Oom Anwar, Tante Rosa, dan adik perempuannya yang cantik, Mary. Mike sekolah di sekolah yang beda sama aku. Hari-hari berikutnya kujalani dengan senyuman yang menghiasi wajaku, menganggap bahwa semua hal buruk di dunia ini takkan berarti apa-apa bagiku, asal aku bisa liat wajah dia, wajah Mike setiap hari... 

Sekarang Mike sudah menjadi sahabatku yang selalu ada di sampingku tiap aku ada masalah, dia selalu ngehibur aku.Semuanya jadi indah, sampai pada suatu hari, dia cerita ke aku tentang seorang cewe yang udah ngebuat hati aku sedih. Mike suka sama cewe itu, dan akhirnya setelah 3 bulan PDKT atau pendekatan, mereka jadian.  

Aku ngga kuat kalo harus terus begini, aku harus ngomong sama Mike tentang perasaanku sebenarnya, sebelum aku dibuat gila sama perasaan cinta sama sahabat sendiri. Bahkan, sebelum kami sahabatan, cuma sebagai temen di dunia lain selain dunia nyata, yaitu dunia maya, yang ga pernah tatap muka sebelumnya, aku udah suka sama dia... Ya, kalo perasaan ini terus-menerus dipupuk kaya gini, apalagi dengan sikap baik bangetnya itu, sikap perhatian itu, aku ngga mungkin ngga cinta sama dia... Rasa cinta ini terus menerus tumbuh, semakin besar dan semakin besar. Kalau aku ngga ngomong, bukannya aku seneng, tapi malah tersiksa sama perasaan ini.  Sampai pada suatu sore yang cerah, saat kami sedang ngobrol di taman kompleks sambil menatap awan yang terus menerus bergerak, aku menceritakan semua tentang isi hatiku, apa yang aku rasakan sama dia, dari kapan perasaan itu muncul, dan berbagai macam kalimat lain yang gatau kenapa langsung meluncur dari lidahku. Aku juga heran kenapa dia ngga kaget sama apa yang aku katakan. 

Dia tetap tersenyum manis sambil mendengarkan aku bicara tentang perasaan terlarang ini. Setelah selesai semua beban di hatiku ini. "Mike, kok kamu malah senyum-senyum sih? Emang sih ceritaku tuh novel banget, tapi harus kamu tau, ini tuh kejadian sebenernya!", kataku. 

"Ngga kok, Kay, aku seneng kamu mau jujur sama aku, aku seneng kamu mau jadi the one yang mau tulus cinta sama aku... Ehm, sebenernya aku malu banget ngomong ini sebenernya. Aku juga suka sama kamu, Kay. Dari kita ketemu di chat ym, aku juga udah suka sama kamu, aku berusaha supaya jadi yang terbaik buat kamu. Tapi aku udah putus harapan, soalnya kamu tuh ngga ngasih respon ke aku", jelas Mike. 

"Hah? Kalau kamu juga suka sama aku, kenapa kamu jadian sama Lila? Kenapa kamu malah ngebuat hati aku tambah sakit, Mike setelah aku tau kejadian yang sebenarnya."  

"Sebenernya, Lila yang aku ceritain ke kamu itu, dia adik aku, aku cuma mau tau, apa kamu cemburu sama Lila atau ngga. Ternyata kamu cemburu yah, hehehe", canda Mike, tapi aku kira ini janggal dan ngga lucu! "Mike, bukannya adik kamu namanya Mary? Kok kamu ganti jadi Lila sih?", tanyaku penasaran.
"Yah, namanya kan Delila Mary Wijaya, nama belakangnya sama kaya aku: Michael Stefan Wijaya. Hehehe, maaf banget kalau aku udah bohongin kamu, Kayla." 

Mike membuat aku yang tadinya kesal bercampur senang merasa sedikit tenang.  

"Jadi?" kata Mike. "Jadi, apa aku boleh jadi cowo yang bisa ngelindungin kamu, Kay?", sederhana, tapi udah buat aku melambung tinggi, bagai terbang di atas awan. 

"Aku mau, Mike jadi cewe yang bisa ngertiin kamu", jawabku sambil tersenyum. Kami baru saja jadian dan aku sangat senang akan hal itu. Menikmati senja di dekat ayunan tempatku pertama bertemu dengan Mike, dengan suasana yang sama: langit senja berwarna merah keunguan membuat hatiku tentram. Ternyata, sahabat juga bisa jadi cinta.

Baca Juga Cerpen Remaja yang lainnya dan saya Ucapkn Banyak Terimakasih   



 
 
Cerpen Cinta Remaja : Kau Tetap Sahabatku - Sebelum anda membaca Cerpen kau Tetap Sahabatku alangkah baiknya Baca dulu Cerpen Cinta Remaja Karya Dewi Lestari dulu, Cerpen Cinta Remaja ini dapat kiriman dari risilwa dan Cerpen Cinta Remaja ini mengisahkan Persahabatan 2 Insan manusia yang berkomitmen akan Persahabatannya dan dalam Persabatannya 2 Remaja ini diuji dengan Namanya Cinta Karena kedua-duanya mencintai orang yang sama dan sempat retak Persahabatan mereke dan bagaimana kelanjutannya, Oke langsung Saja Baca Cerpen Cinta Remaja : Kau Tetap Masih Sahabatku.

KAU TETAP SAHABATKU
Karya : riwilsa
Nama lengkap : Rika Wildasari
Alamat : Jl rajabasa jaya, labuhan dalam, Bandarlampung.
Pekerjaan : kuliah di Universitas lampung fakultas FKIP.

Mentari dan rembulan, mereka saling melengkapi. Jika tiba waktunya pagi hari, mentari datang dan menyinari seluruh jagad raya. Jikalau waktunya senja, mentari akan tenggelam dan tinggal di persembunyiannya. Namun tenanglah, jagad raya akan tetap terang karena posisi mentari akan digantikan oleh rembulan dan temannya yaitu bintang. Bulan dan bintang akan menjadi teman yang memberi sinar terang di malam hari.

Mentari dan rembulan, Mereka tak pernah bertengkar, mereka tak saling bertabrakan saat muncul di langit, mereka tidak bersahabat namun saling melengkapi. Lalu bagaimana dengan kisah persahabatan dibumi, mereka pernah bilang kalau sahabat akan selalu bersama dalam suka maupun duka, saling melengkapi dan menerima kekurangan masing- masing. Kisah persahabatan reno dan dammar. Reno dan dammar bersahabat sejak Smp, ketika masuk SMA merekapun bersama lagi.

Saat disekolah merekapun kemana- kemana selalu bersama, ketika reno mendapat masalah dammar selalu membantunya begitu pula sebaliknya. Reno adalah orang kaya, dia berwajah manis sama seperti sahabatnya dammar, namun dammar tak sekaya reno, dammar hanyalah anak seorang satpam swalayan. Sedangkan reno adalah anak seorang pemilik showroom motor. Ketika ayahnya diberhantikan kerja,reno meminta papanya agar memperkerjakan ayah dammar di perusahaan keluarganya sebagai satpam.reno dan dammar sama – sama anak yang sayang keluarga,tetapi yang membedakan mereka berdua adalah reno memiliki sifat egois dan pendendam, sedangkan dammar adalah seorang pemaaf dan ramah, sifat mereka berbeda 180 derajad. Entah mengapa mereka bisa bersahabat, hanya mereka berdualah yang bisa menjawabnya. Pernah saat seseorang mengerjai dammar dengan mengempeskan ban motor dammar, reno bersikeras ingin membalasnya, namun dilarang oleh dammar. Diam – diam reno menyelidikinya dan menemukan pelakunya, ternyata pelakunya adalah bimo teman 1 kelasnya yang iri akan kedekatan dammar dengan kheira.

Tanpa berpikir panjang reno menghampiri bimo dan menghajarnya. “apa–apaan si lo, datang-datang main tonjok ajah”.cibir bimo sambil mengusap bibirnya yang berdarah karena ditonjok reno. “dasar pengecut lo, sok gak tau kesalahan lo apa, gw tau lo yang ngempesin ban nya si dammar kan ?” motor tersebut, dia masuk kedalam rumahnya dan memanggil- manggil ibunya. Ibunya yang sedari tadi berada di dapur datang menghampiri anak sulungnya. “bu itu motor siapa? ”Tanya dammar kepada ibunya. “oh, motor yang diteras itu, itu adalah motor mu dari reno, ibu juga bingung mengapa nak reno bisa sebaik itu padamu?” Tanya ibu dammar balik.

Setelah mendengar perkataan ibunya, dammar langsung menelpon reno menanyakan perihal ini. Dalam percakapan panjang lebar tersebut, Reno tak mau dammar menolak pemberiannya, jika dammar menolak maka persahabatan mereka berakhir. Mendengar hal tersebut dammar pun mengalah dan menerima pemberian sobatnya itu. Dalam hati dammar terdapat gumpalan beban yang menyesakkan, dammar bukan merasa senang diberikan barang – barang oleh reno, dia merasa seperti orang mencari kesempatan atas kemakmuran reno, dia mengerti kalau keluarga reno tak mempermasalahkan hal itu, tapi bagaimana teman – teman di sekolah. Tak banyak yang mencibir dammar dan reno. Mereka pernah berkata kalau dammar hanya memanfaatkan reno sebaliknya juga. Intinya persahabatan mereka adalah palsu, mereka hanya bersahabat untuk memenuhi kebutuhan masing2, reno mau berteman dengan dammar karena dammar anak pintar yang dapat memberi contekan saat ujian dan seorang yang dapat jadi pesuruh untuk mengerjakan semua pr nya, sedangkan dammar dapat meminta segala kebutuhan materinya dengan meminta kepada reno.

Walau hanya gosib, dammar manjadi tak enakan pada reno, pernah masalah ini ia ceritakan pada reno, reno tidak ambil pusing. Dia hanya berkata “ ah, biar saja, mereka itu hanya iri pada persahabatan kita, mereka tidak tau kan, berapa lama persahabatan ini kita jalin.”

Benar yang di bilang reno, persahabatan mereka hanya mereka yang merasakan. Orang lain hanya menilai dari apa yang mereka lihat. Setelah beberapa masukan dan pendapat yang di berikan reno, dammar pun mulai percaya diri meneruskan langkah hidupnya dengan persahabatan yang dijalinnya bersama reno,ia pun meminta agar reno dapat menahan kehendaknya jika terjadi apa-apa dan reno pun menyetujuinya.

Waktu terus bergulir, tak terasa sebentar lagi kenaikan kelas 2. Dammar dan reno sama – sama menginginkan masuk jurusan ips, jelas reno ingin meneruskan karier papanya, sedangkan dammar juga suka bidang ips, nilai –nilainya sangat bagus di rapor, lagipula reno selalu memaksanya untuk masuk ips agar peluang mereka sekelas lagi semakin besar.

Dan jangan tertinggal dalam urusan cinta. Karena cinta kepada seorang gadislah, persahabatan reno dan dammar yang telah berjalin lama bisa retak.

Kisahnya di mulai saat reno menyukai seorang gadis yang 1 sekolah dan sekelas dengan dammar, reno memang tak sekelas lagi dengan dammar saat duduk di bangku 2 sma. Kheira,nama gadis itu. Dia cantik,anggun, body nya langsing,aktif di bidang seni serta seorang anak yang ramah pada semua orang. Dia adalah kapten cheers di sekolah reno dan dammar. Bukan hanya itu yang membuat reno jatuh cinta pada kheira. Kheira pernah menolong reno saat reno hampir terjatuh di tangga yang licin, tanpa sengaja kheira menarik lengan reno agar tidak terjatuh, saat momen itulah kedua mata mereka saling beradu bak kisah pangeran yang menarik lengan sang putri yang hendak pergi meninggalkannya, namun saat itu posisinya terbalik. Reno bercerita pada dammar kalau dia menyukai kheira namun belum berani menyatakan perasaanya kepada gadis pujaannya. Dammar yang mendengar pernyataan dari sobatnya kalau dia suka dengan kheira, gadis yang juga di sukai dammar sejak masih duduk di kelas 1 sma, menjadi kaget dan tertunduk. Hati dammar seperti bunga yang kelopaknya bertaburan karena angin yang berhembus bagai badai, menggetrakan dan begitu pahit untuk di rasakan, begitu berat untuk di pahami, bagaimana ini, ia tak mungkin bersaing dengan sahabatnya sendiri dalam mendapatkan kheira, dia juga tak mungkin mengkhianati persahabatan mereka yang telah lama mereka jaga.

Tapi telah jelas dalam kisah ini.

Dammar yang akan menang, sebab kheira juga mencintai dammar. Kheira berharapdammar  menembaknya untuk menjadi sepasang kekasih. Kheira menyukai dammar karena dammar adalah pria yang sopan,baik dan ramah serta apa adanya. Kheira menyukai pria yang tampil sederhana, semua tipikal cowok idaman kheira ada di dammar.

Lalu, kalau sudah seperti ini.

Apakah kheira dapat menerima salahsatu dari 2 pria yang bersahabat ini.kheira tau ini adalah pilihan sulit setelah mendengar cerita dammar kalau reno hendak menembaknya. “dammar, aku hanya menyukaimu aku juga cinta sama kamu bagaimana aku bisa menerima reno kalau hatiku telah dimiliki dirimu.” Ucap kheira lembut kepada dammar. “khei, maafkan aku…aku tak mau sahabatku terluka “tapi kau membuat hatiku terluka dammar, dengan cara memaksaku menerima reno untuk jadi kekasihku.”potong kheira. “khei,percayalah..reno adalah cowok yang bisa membuat harimu berwarna..hehe”,celoteh dammar.

Padahal dalam hatinya berharap bahwa kheira adalah cewek yang di takdirkan tuhan untuknya. “tak ku sangka, kau seperti ini, baiklah jika ini mau mu, dan sejak saat ini aku MEMBENCIMU.” Ujar kheira sambil berdiri lalu pergi meninggalkan dammar yang diam terpaku menyesali apa yang dia ucapkan.

Seminggu telah berlalu, dan kini reno dan kheira resmi berpacaran. Reno akhirnya menyatakan rasa cintanya pada kheira, tentunya di bantu oleh sahabatnya. Dalam hati dammar, ia tak tau mengapa rasa ini tercampur aduk antara kebahagiaan dan kesedihan. Bahagia karena sahabatnya dapat menemukan cinta yang selama ini ia harapkan, namun di sisi lain dammar sangat sedih, hatinya bagai teriris pisau yang tajam, bagaimana tidak, kalau kekasih yang di cintai reno adalah cewek yang juga begitu sangat ia cintai, dialah kheira..

Reno begitu menikmati hubungannya dengan kheira, mereka selalu berdua bahkan kini reno lebih sering jalan bersama dengan kheira dibanding dengan dammar. Dammar tak begitu mempersoalkannya, dia tahu bahwa sahabatnya itu sedang kasmaran dan ingin menikmati dunia bersama kekasihnya. Kheira tak begitu menikmati, tentu alasannya sudah jelas bahwa yang kheira mau hanya dammar, bukan reno.

Kheira tak tau harus curhat kemana, sahabatnya yang selama ini menemaninya sedang sakit typus dan di rawat di rumah sakit. Hanya buku diarynyalah teman untuk mencurahkan semua isi hatinya. Segalanya dia tulis di buku itu mulai kisah cintanya yang begitu rumit. Semakin hari reno merasa hubungannya dengan kheira begitu hambar, ia merasa kheira kini mulai kelihatan tak mempedulikannya, menjauh dan selalu sulit untuk di mengerti isi hatinya. Reno menceritakan perubahan sikap kheira kepada dammar, “ah,sob..mungkin Cuma perasaan lo aja kali.”tangkas dammar. “gak,coy..gue yakin pasti ada hal yang membuat dia seperti ini sama gue..” “udahlah, kalian itu saling percaya ajah saling pengertian, gue yakin kheira tetap mencintai lo kok,.. “iyah,,,,mar…gue gak bakal ngelepasin dia, gue cinta banget ama dia, liat ajah kalau sampai dia berubah karena ada cowok lain yang mempengaruhinya, gue jamin tuh cowok gak bakal bisa senyum dan ketawa lagi..” celetuk reno sambil menggumpalkan kedua telapak tangannya.

Dammar tak menjawab, dia hanya diam sambil menelan ludah. Malam hari disebuah rumah yang sangat sederhana, kicauan burung malam bagai musik yang menghantarkan jiwa –jiwa yang lelah kedalam dunia mimpi. Dammar tak dapat memejamkan mata, dia Nampak gusar, berkali badannya dia balik – balikan menghadap kiri ke kanan terus menerus dan akhirnya kedua matanya menatap langit – langit kamarnya. Dia merenung…dia masih mencerna omongan reno kemarin siang. Lalu dammar bangkit dari kamar tidurnya ke meja belajar, ia hendak menulis surat buat kheira.

Keesokan paginya, dammar sengaja datang lebih awal karena ingin menyelipkan secarik kertas di laci meja kheira. Tak di sangka reno telah berdiri dihadapannya, “surat apa yang lo selipkan di meja cewek gue,mar?” Tanya reno sambil menatap tajam dammar.“ooh..eenggaak bu…buukan apa- apa kok.”jawab dammar begitu gugup. Reno langsung mengambil surat itu dan membacanya. Keringat langsung mengguyur seluruh tubuh dammar, dalam hatinya berkecamuk rasa sesal dan takut, ia tak mau sahabatnya itu salah paham. “ooh…ternyata selama ini cowok itu elo,mar, gue gak nyangka ya.. lo bisa setega ini sama gue..lo sama aja mengkhianati persahabatan kita.”cerca reno “ren, dengerin gue dulu, gu,,gue gak bermaksud seperti ini.”bela dammar. “dasar pengecut lo.”

Gertak reno lalu menonjok muka dammar hingga terjatuh kelantai, “lo itu udah gue anggap sebagai saudara gue sendiri, tapi apa sekarang, lo main belakang sama cewek gue… “ren, dengerin gue dulu… “udahlah, gue gak mau denger penjelasan dari pecundang macam loe… sekarang gue bakal buktiin kalo gue bisa miliki kheira seutuhnya, kita main secara terang-terangan…”ucap reno sembari berlalu meninggalkan dammar yang terduduk di lantai.

Sejak kejadian itu, hubungan persahabatan mereka menjadi renggang. Reno tak lagi mau dekat- dekat dengan dammar, kondisi ini di manfaatkan oleh bimo, bimo juga tak menyukai dammar, bimo hendak mengadu domba mereka berdua. “udahlah ren, ngapain juga lo mikirin si pengkhianat itu, dia tuh gak pantes jadi sahabat lo, gak tau diri banget setelah apa yang udah lo kasih ke dia, dia malah kayak gitu sama elo..”ujar bimo memanas – manasi reno. “diam lo, gue gak perlu saran dari lo, mendingan lo pergi daripada ntar gue hajar lagi kayak waktu itu.”sangkal reno sambil memasang bugem untuk bimo. “eitss…sabar boy, gue disini ada di pihak lo, gue tuh kesini Cuma mau kasih tau lo ajah kok, kalo si dammar lagi berdua – duaan tuh ama cewek lo, kheira.” “apa lo bilang, serius lo, kalo lo bohong, gue abisin lo,” “ beneran, mereka ada di taman sekolah tuh, sambil pegangan tangan mesra gitu,” ucap bimo menambah panas hati reno.

Saat bersamaan dammar dan kheira sedang berada di taman, mereka memang sedang duduk berdua, tetapi tidak untuk bermesraan, dammar hendak memperjelas persoalannya dengan reno. Dan meminta agar kheira dapat berbicara ke reno kalau semua ini hanya salah paham. “dammar, bukankah bagus jika reno telah mengetahuinya, dengan begitu kita tak perlu bersandiwara lagi di depannya, kalau ini tetap di lanjutkan akan banyak hati yang tersakiti.” Ujar kheira. “tapi khei, ini tak semudah yang kamu kira, kita tak mungkin bisa bersatu diatas kesedihan sahabatku sendiri.”jawab dammar.

Nampak kejauhan reno memandangi mereka berdua, dari sorot matanya, reno sangat marah dan dendam kepada sahabatnya itu. Hatinya bagai terisi api yang membara. Bel sekolah berbunyi,semua siswa berhamburan dari dalam kelas dengan wajah yang bermacam – macam, senang, kusam dan sebagainya. Dari lorong kelas 2, Nampak dammar berlari menuju kelas reno. Namun apa yang ia cari tak ia temui, lalu ia bertanya kepada tasya teman sekelas reno, tasya bilang kalau reno baru saja keluar kelas menuju mobilnya, ia Nampak terburu – buru. Dammar sudah menduga, reno buru – buru pulang karena tak mau bertemu dengannya. Lalu cepat dia berlari menuju parkiran, sesampai disana mobil reno sudah siap pergi tetapi dammar datang lebih cepat dan mencegahnya. “woy, minggir gak lo, daripada gue tabrak nanti.” Ucap reno kesal. “gue gak mau minggir sebelum lo dengerin penjelasan gue terlebih dahulu.” “ woy, kalo lo tetap gak mau minggir, gue TABRAK.” Ancam reno. “silahkan aja gue tetap gak mau minggir.”teguh dammar. “ oke kalau itu yang lo MAU.” Reno tidak main – main, dia keraskan bunyi mobilnya, lalu tanpa di beri aba –aba mobil reno siap menabrak tubuh dammar,seperti banteng yang hendak menyeruduk setiap yang bewarna merah. “HENTIKAAAN…tolong berhenti reno.”

Kheira datang tiba – tiba membuat reno tersentak kaget, begitu pula dammar, air matanya membasahi pipi merahnya. Butir – butir air mata yang mewakili kekesalannya terhadap sikap reno, kok bisa dia berbuat seperti ini,batin kheira. “cukup, aku muak dengan semua ini, aku benci berada dalam lingkaran diantara kalian berdua, aku beencii.” Tangis kheira pun meledak. “hah, kenapa jadi kamu yang marah khei..kalianlah yang telah mengkhianatiku, bermain di belakangku.”terka reno yang keluar dari dalam mobilnya.

Dammar hanya bisa diam membisu, keributan mereka tak ada hasilnya. Hingga kheira pun tak dapat menahan diri dan menampar reno, lalu pergi meninggalkan mereka. Dammar yang sedari tadi hanya diam terpaku akhirnya pergi mengejar kheira. “khei, berhenti khei..kita bisa selesaikan masalah ini bersama, jangan pergi khei..”.pinta dammar pada kheira. Tapi kheira tak menggubrisnya.

Kheira terus berlari, pandangannya tidak fokus lagi dan saat dia hendak berbalik, dari arah berlawanan datang mobil yang rem nya blong, kheira tak dapat menghindar dan akhirnya dia tertabrak dan terpental lalu kepalanya terbentur pembatas jalan. Dammar berteriak histeris, dia berlari mendekati kheira yang terluka parah.

Bagai petir di siang hari, kejadian ini tak pernah ia harapkan. Kheira meminta agar dammar memangkunya, kheira mau dammar mendengarkan beberapa potong kata yang keluar, dengan suara yang tak jelas dan nafas yang tersengal. Kheira menguatkan diri,ia tahu dia tak bisa terselamatkan, sebelum terlambat, kheira sampaikan bahwa dia memohon maaf karena kehadirannya membuat persahabatan mereka hancur.tapi salahkah jika dia hanya mencintai dammar.

Bunga berguguran bagai di musim semi, langit yang mendung menambah suasana semakin terasa hampa dan menyedihkan. Butiran air mata menetes di pipi dammar, ia terlalu egois memaksakan seseorang yang begitu ia cintai untuk mencintai orang tak di cintainya. Bodoh, kini apa yang ia dapat…dia telah ditinggal pergi oleh orang yang sangat ia cintai untuk selamanya.

Kedua orang yang ia cintai telah pergi meninggalkannya, kheira telah menghadap sang kuasa, sedangkan reno sahabatnya itu telah memutuskan hubungan persahabatan mereka. Reno semakin benci dan kini ia dendam dengan dammar, reno menyalahkan dammar atas kematian kheira. Dammar dapat menerima jika reno masih marah dengannya, tetapi saat keluarganya terbawa masuk kedalam masalah mereka, dammar tak tinggal diam.ayahnya yang tak tahu menahu bingung akan sikap reno yang tidak bersahabat. “den, kenapa den reno memecat saya, apa salah saya den..”kata ayah dammar yang bekerja sebagai satpam di perusahaan papanya. “tanya saja sama anak bapak, dia sudah menghancurkan hati saya.” “dammar melakukan apa sama den reno, maafkanlah dia den,saya yakin dammar tak sengaja melakukannya, ia anak yang baik, bukankah den reno telah lama berteman dengannya.”ayah dammar. “tidak , ini sudah urusan nyawa pak, kekasih saya meninggal saat besama dia..tak dapat saya tolerir lagi, saya sangat membencinya..sangat MEMBENCINYA…”

Ayah dammar memohon hingga bersujud di kaki reno agar reno memaafkan anaknya, tetapi reno tidak dapat menerima, bahkan reno mendorong ayah dammar hinggat terjatuh. Dammar yang hendak menengok ayahnya bekerja kaget atas perilaku reno terhadap ayahnya. “ren, lo apa –apaan sih, ini masalah kita mengapa kamu ajak ayah saya ikut dalam persoalan ini”cerca dammar. Reno tak menggubrisnya, dia langsung pergi meninggalkan dammar dan ayahnya, namun tangannya ditahan oleh dammar. “tunggu ren, jawab pertanyaanku, mengapa kamu begitu sangat membenciku, hingga ayahku kau perlakukan seperti ini”. “ sok ngomong manis depan gue, kamu..kamu..hei dengar yah gue bukannya Cuma sangaat membenci lo tapi gue juga sangat dendam sama lo, ini baru permulaan, lihat apa yang akan gue lakukan untuk membalas rasa sakit hati ini mar,” ujar reno sambil menatap tajam mata dammar, tersulut mata penuh ke ambiusan untuk membalaskannya. Reno begitu membenci dammar.

Persahabatan yang telah berjalan lama sejak duduk di bangku smp hingga sekarang harus berakhir hanya karena cinta pada seorang gadis, dan juga karena kesalahpahaman. Niat reno ingin menghancurkan hidup dammar bukanlah hanya gertakan semata, reno mengirim beberapa orang untuk memukuli sahabatnya itu, tentunya reno tak mungkin bisa memukuli dammar dengan tangannya sendiri. Saat pulang sekolah dammar di jegad oleh beberapa orang yang tak di kenalnya,orang – orang tersebut lalu memukuli dirinya, tanpa rasa iba, yah…itu adalah suruhan dari reno, untuk membuat dammar tersakiti. Ternyata reno tak berhenti sampai disitu, reno merencanakan sesuatu agar beasiswa dammar di cabut, tentunya jika itu terjadi reno berharap dammar akan kesulitan untuk membayar sekolahnya dan akhirnya dia tak dapat meneruskan sekolahnya. Dengan bantuan bimo, rencananya berhasil, nama baik dammar tercoreng, dammar di tuduh menggelapkan uang kas osis karena saat itu dammar menjadi bendahara umumnya,sedangkan bimo adalah ketua osis. Janganlah di Tanya sepicik apa rencana mereka menghancurkan dammar.

Persahabatan dammar dan reno telah berakhir. Itulah menurut reno, tetapi tidak menurut dammar, dammar masih mengharapkan reno menjadi reno yang dulu yang dia kenal,yang selalu ada untuknya,yang sangat sayang padanya. Dammar senantiasa berdoa pada Tuhan agar di bukakan pintu maaf reno untuknya, dibukakan mata hati reno untuk menjadi reno yang dammar rindukan seperti dulu.

Menjelang ujian nasional, siswa – siswi sekolah mulai resah dan gusar bagaimana mereka dapat lulus dan mendapat nilai yang bagus, sebelum ujian, mereka mendapatkan latihan terlebih dahulu. Namun Untuk mengikuti latihan ujian nasional, semua tunggakan bayaran sekolah harus segera diselesaikan. Dammar sedih, keuangan keluarganya menipis, ayahnya yang dipecat kini hanya sebagai buruh serabutan, ibunya kini ikut membantu dengan menjadi tukang cuci. Tetapi penghasilan orangtuanya tidak dapat membantu membayar uang sekolahnya.penghasilan orangtuanya hanya cukup membiayai hidup dan juga ke 3 adiknya. damar tak dapat memaksa mereka, dammar juga cukup malu pada ibu dan ayahnya karena beasiswanya di cabut.

Bukan dammar jika menyerah, dia pun bekerja, mencari uang untuk membayar uang sekolahnya. Saat pulang sekolah dia bekerja menjadi pengantar susu ke rumah – rumah pelanggan. Pekerjaan ini ia dapat dari temannya,dani yang cukup simpati atas hal yang terjadi padanya. Berkat kerja kerasnya beberapa hari, uangnya dapat terkumpul dan ia pun dapat membayar uang sekolah dan sisanya ia berikan kepada ibu nya untuk membantu keperluan keluarga.

Saat disekolah,jam istirahat. Dammar dan dani yang hendak ke perpus untuk belajar bersama berpapasan dengan reno yang berjalan bersama bimo di koridor sekolah. “eh,dammar,mantan sahabatnya reno..mau kemana?” ledek bimo kepada dammar. Dammar pun berhenti dan menatap mata bimo. “ngapain si lo negor – negor dia”.ujar reno kesal. “ren, lo gak mau nostalgia dulu sama mantan sahabat lo ini..” “cukup,bim…gak ada yang namanya mantan sahabat bagi gue…reno tetap sahabat gue..gue gak pernah menghilangkan reno dari hidup gue.” Potong dammar. “ sorry yah,gue udah gak nganggep lo sebagai sahabat bahkan teman gue…lo gue end… ngerti lo.”ucap reno sambil berlalu meninggalkannya.” “lo denger tuh mar, lo gue end….hahayy.”ujar bimo sambil tertawa geli melihat ekspresi wajah dammar yang sedih sambil berlari mengejar reno. “yang sabar mar, gue yakin reno bakalan nyesel udah berbuat seperti ini sama lo, sahabat yang begitu menyayanginya.”ujar dani menghibur dammar.”

Ketika sore hari, reno hendak mencari angin segar. Dia melihat dammar sedang mengendarai motor lamanya bukan motor pemberiannya dulu, sebab motor itu sudah dikembalikan saat mereka mulai bermasalah. Motor dammar berhenti di rumah tetangga reno, dari kejauhan reno mengamati dammar yang membawa beberapa botol susu. Dalam hatinya berkata “dia begini karena kebenciannya yang tak terkendalikannya, dalam hatinya sangat miris, ingin ia menghampiri dammar dan memeluknya, tapi reno terlalu gengsi dan dendamnya masih ada di sorot mata hatinya.

Saat ujian nasioal telah berlalu dan masa – masa indah sma telah berakhir..perpisahan pun telah tiba, dammar masih merindukan sosok reno sebagai sahabatnya bukan seorang yang menganggapnya sebagai musuh. Reno yang diharapkan dammar sedang mendapatkan musibah, adik satu –satunya yang ia miliki, reiny menderita gagal ginjal, adiknya kini terbaring di rumah sakit dan kritis. Dokter menyatakan bahwa reiny memerlukan donor ginjal segera jika tidak ia akan meninggal. Papa mama reno serta reno pun gusar, berusaha mencari donor ginjal yang cocok untuk reiny. Karena harus menjaga reiny dan mencari pendonor ginjal.

Papa reno menyuruh reno untuk menggantikan posisinya sementara di perusahaan. Reno pun menyanggupi amanah dari papanya itu. Di perusahaan ayahnya, reno menawarkan semua karyawannya untuk menjadi pendonor ginjal, imbalannya ia akan memberikan uang yang dimau si pendonor itu.

Beberapa karyawannya tertarik namun tak satupun yang cocok untuk reiny. Sepertinya apa yang telah ia lakukan sia – sia tak ada hasil. Reno terpukul sekali,,. Dia mencoba menenangkan diri disebuah taman kota yang menjadi tempat favoritnya bersama dammar dulu, dia sedih, air matanya tak terasa membanjiri pipinya,ia tak peduli dengan tatapan mata orang yang lewat didepannya. Ia tak mau kehilangan adik kesayanggannya itu. Tak di sadarinya reno bertemu dengan dammar. “reno..kau kah itu?, mengapa kau menangis.”sapa dammar sambil duduk disebelah reno. “bukan urusan lo, ngapain lo disini, ngapain juga duduk di samping gue.”cerca reno sambil mengusap air matanya. “inikan tempat favorit kita berdua, aku kangen sama kamu ren, karena itu aku kesini dan berharap bisa bertemu denganmu,ternyata Tuhan mendengar pintaku,akhirnya aku bisa bertemu lagi denganmu.”ujar dammar sambil tersenyum manis untuk reno.”gak usah basa – basi deh, sekarang pilih..lo yang pergi apa gue yang pergi” hardik reno sambil memasang wajah yang tak mengenakan untuk di lihat. “ren, sampai kapan kamu membenciku, sampai kapan kamu bisa memaafkanku, aku gak bisa kalau harus melupakanmu.” “udahlah mar, gue lagi ada masalah, jangan buat gue naik pitam, adik gue lagi sakit.”;ceplos reno. “hah, rei sakit apa ren?”Tanya dammar ingin tahu. “ dia sakit ginjal dan memerlukan donor ginjal segera jika tidak…” “jika tidak kenapa ren..” potong dammar. “ jika tidak reiny akan meninggal, puaas lo mar, udah gue kasih tau, sekarang lo pergi, tinggalin gue sendiri.”tutup reno. “ren, aku mau jadi pendonor ginjal buat reiny.” Ujar dammar. “ maaf gue gak perlu bantuan lo.” “ren,percaya ini demi adik lo,reiny udah seperti adik gue sendiri.lo gak mau kan terjadi apa- apa sama dia jika terlambat untuk mencari donor untuknya”.

Karena terpaksa, reno pun menyetujuinya, dammar pun di bawa ke rumah sakit tempat adiknya di rawat untuk diperiksa. Jika ginjalnya cocok, maka dammar akan menjadi pendonor untuk reiny dan harus menjalani operasi, dengan begitu dammar hanya memiliki 1 ginjal nantinya. Setelah menjalani berbagai pemeriksaan, dokterpun menerangkan bahwa ginjal dammar cocok dengan reiny. Keluarga reno pun bersyukur namun tak berlangsung lama karena ingat apakah ayah ibu dammar memperbolehkan dammar untuk menjadi pendonor reiny setelah apa yang dilakukannya dengan ayah dammar.

Semula orangtua dammar menolak,namun karena tekad dammar yang telah bulat untuk menolong reiny,maka orangtua dammar menyetujuinya. Sebelum operasi dammar meminta untuk berbicara sebentar dengan reno. “apa yang lo mau dari gue mar.” Tanya reno serius “gue Cuma minta lo mau nerima gue lagi,ren.jika lo dah gak mau bersahabat seperti dulu dengan gue,gue bisa terima tapi tolong kita tetap berteman dengan baik yah..maafin gue .”pinta dammar. “Cuma itukah.” “1 lagi ren, gue mau bekerja di kantor yah lo, gue mohon,gue gak tau gimana caranya buat bantu orangtua gue.”pintanya lagi kepada reno. “ sorry mar, gak ada lowongan kerja lagi, kecuali office boy..”terang reno. “gak pa2 ren, gue kerja apa aja mau.”tegas dammar. “baiklah kalau begitu.”

 Dammar pun masuk keruang opersai, begitu pula dengan reiny. Reno berhrap keselamatan untukkeduanya, orang yang ia saying, reno mencoba melawan sikap pendendamnya. 3 jam telah berlalu, operasipun selesai dan lancar. Keduanya telah melewati masa kritisnya, mereka di bawa kekamar rawat masing – masing, reiny telah sadar, ini membuat keluarga reno bahagia, namun dammar sampai sekarang belum sadarkan diri. Reno mencoba melawan rasa simpatinya terhadap dammar, ia yakin sebentar lagi dammar akan sadar lagipula disana sudah ada orangtuanya yang menjenguk serta orangtua dammar sendiri. 3 bulan setelah operasi itu, reno menepati janjinya. Ia memperkerjakan dammar di kantornya, dammar senang bisa bekerja dikantor orang yang selalu ia anggap sebagai sahabatnya itu, reno teetap bersikap dingin dengan dammar, tetapi ini tak pernah membuat dammar menjauhi reno bahkan dammar selalu ingin dekat dengan reno. “ini kopinya bos.”sapa dammar kepada reno sambil menaruh secangkir kopi panas di meja kerja reno. “makasih.”ucap reno “kalau perlu apa – apa panggil ajah yah.”ujar dammar. “iya”jawab reno sedikit ketus.

Lalu dammar pergi dan menutup pintu mebiarkan reno kembali bekerja. Dammar kembali bekerja di dapur, namun hari ini terasa aneh. Perut di bagian bawah dekat pinggangnya terasa sangat sakit, ia mencoba tetap kuat dan melawan rasa sakit itu, tapi rasa sakitnya semakin menjadi. Hingga ia menjatuhkan gelas yang ia hendak cuci.

Mendengar keributan di dapur memerapa karyawan menghampirinya dan menolongnya. “dammar tidak apa- apa?”Tanya salah satu karyawan itu. “tidak apa- apa kok bu.”jawab dammar pelan. Hal seperti ini sering terjadi, bahkan dammar sempat pingsan dan di bawa kerumah sakit, reno yang tahu akan itu hanya diam tak pura – pura tidak tau bahkan taak mau tau akan sakit yang di derita dammar.

Keesokan harinya dammar datang kekantornya, ia mulai seperti biasa bekerja sebagai office boy, sudah seminggu dammar tidak kelihatan. Saat melihat dammar,reno langsung memanggilnya  keruangannya. “dammar kamu kenapa?”Tanya reno. “tidak pa2 bos.”jawab dammar. “dammar, maaf yah kamu saya pecat..”ucap reno.kali ini nada bicara reno sangatlah lembut.entah apa yang di inginkan reno.tetapi dammar menerimanya dan pergi begitu saja tanpa berpamitan. Dammar menangis, ia tak tau lagi apa yang harus dilakukannya agar reno bisa seperti dulu, orang yang ramah dan baik memperlakukannya.

Di ruangannya reno terpaku diam dan tak terasa air matanya terjatuh, airmata untuk dammar. Dammar pulang kerumah, ia tak ingin terlihat bersedih dihadapan orangtua dan adiknya. Ia pun tak mengatakan tentang sakit yang kini datang menghampirinya, orangtua dammar kini mempunyai warung yang diberikan oleh orangtua reno karena dammar telah mendonorkan ginjal untuk reiny.damar sangat menyayangi ayah,ibu dan ke 3 adiknya,ia berjanji takkan merepotkan mereka lagi. Dammar berharap air matanya telah habis, agat tiada kesedihan lagi menghampirinya…tiada lagi.

Reno datang kesiangan kekantor, semalam ia merenung tentang kisah yang telah terjadi. Ia langsung menuju ruangannya,tetapi sekretarisnya menghampirinya dan menyerahkan buku diari, buku diary milik kheira yang dititipkan oleh tasya teman semasa sma nya dulu.

Lembar  demi lembar di buku itu ia baca,meneteslah lagi air matanya. Ia bahkan tak sanggup meneruskan untuk membaca, tetapi ia mencoba untuk tegar..buku diary inilah yang membuka mata hati reno yang telah di butakan oleh kebencian dan dendam.

Sahabatnya yang telah ia aniaya,yang telah ia hancurkan hidupnya adalah seorang yang berhati malaikat, dialah yang selalu berusaha menjaga hatinya, tak pernah membiarkan hatinya terluka,bahkan merelakan cinta sejatinya pergi meninggalkannya hanya demi sahabat yang tak terima kasih seperti dirinya. Reno sangat menyesal…ia tersdar bahwa air mata tak bisa menebus dosanya terhadap dammar.

Reno mendatangi rumah dammar,rumah yang sudah lama tak ia datangi semenjak ia membenci dammar.reno tak sudi untuk menginjakan kakinya disini. Reno mengetuk pintu rumah dammar, tetapi rumah itu tampak sepi seperti tak berpenghuni. Lalu reno bertanya ke tetangga sebelah rumah dammar.

Tetangga tersebut bercerita bahwa keluarga dammar telah pindah,hendak pulang ke kampung halamannya. “ibu tau mereka pindah ke daerah man?.”Tanya reno. “buat apa kau bertanya itu, bukankah kau hanya ingin bertemu dengan reno” Tak disangka reno, dani berdiri di belakangnya. “dani…”ucap reno kaget. “mengapa baru sekarang kau kemari ren.” “dani,maaf gue terlalu jahat,gue mau minta maaf sama dammar, gue mau hubungan pershaabatan gue sama dia terjalin lagi, seperti dulu..gue menyesal.”tutur reno menahan tangis. “tapi ini telah berakhir ren, ia takkan bisa bersamamu lagi.” Ucap dani. “maksud nya apa, apakah dammar kini juga membenci gue,gak pa2 den gue terima, gue bakal terima perlakuan apa ajah dari dia,tapi pliss jangan halangi gue buat ketemu dia ,gue kangen sama dia.” “gue gak bakal ngelarang lo kok ketemu sahabat lo,dia memang sahabat sejati lo ren, sayangnya lo gak bisa menjaganya.” “maksud lo apa si dan,gue gak pahan semua omongan lo.” “ren, asal lo tau, dammar menderita gagal ginjal, ginjalnya memang tinggal satu karena yang satunya ia berikan kepada adik lo, ternyata ginjal danar yang tingggal 1 itu tak berfungsi dengan baik, dia harus senantiasa cuci darah, selama ini ia sembunyikan penyakitnya itu, orangtuanya pun tak dia beritahu.sampai akhirnya…” “ya Tuhan…kenapa bisa begini apa yang telah ku perbuat pada sahabatku, aku telah membunuhnya.”

Tangis reno pun tak tertahankan. “ren, sabar ren, ini semua bukan salah lo sepenuhnya..kita iklaskan saja.” “iklhaskan dan…maksud lo apa dan..trus kalimat lo apa yang akhirnya itu..kenapa ada apa dengan dia selanjutnya dan…kasih tau ke gue…” cerca reno “lo harus kuat ren, dammar tidak bisa terselamatkan, dia sudah terlalu parah, tenaganya tak dapat membendung rasa sakit yang ia rasakan.”tutur dani, dani pun tak dapat menahan air mata nya. “dammar udah gak ada, dammar udah pergi menyusul kheira..”lanjut dani meneruskan kalimatnya yang terpotong.

Bagai badai yang menerpa tubuhnya,reno tak dapat menjaga keseimbangan tubuh,Reno tak kuat mendengarnya,ia pun jatuh pingsan. Kicauan burung di pagi hari, bunga melati yang bermekaran kini banyak yg gugur dan jatuh ketanah. Semerbak harumnya menambah lemah jiwa – jiwa yang menhirupnya, langit nya bagai langit di senja hari.hari ini begitu memilukan…memilukan hati.

Reno terduduk lemah bagai tak ada sisa – sisa tenaga lagi, kepalanya terbaring di atas pusara yang bertuliskan nama “moh.damaryanta” tepat disebelahnya adalah makam kheira…air mata reno terus mengalir seakan tak ada habisnya, tak dapat mengukur kepedihan hatinya serta penyesalannya yang begitu besar. Terdengar sayup bisikan lembut ditelinga kanannya hingga membuat dirinya terjaga dan kembali menangis, bisikan itu membuat hatinya tenang namun batinya terasa teriris sembilu… kau tetap sahabatku…selama-lamanya.




Cerpen Persahabatan Sejati - Setelah kita kemaren Share Cerpen Cinta Ketegaran Cinta Bertasbih, Sekarang Kita akan Share Cerpen Persahabatan Sejati : Sahabat Cokelat yang dikirimkan Oleh Rafael Stepan Lawalata. dalam Cerpen Sahabat Sejati ini menginspirasikan kita bahwa sangat penting mempunyai Sahabat Sejati karena sahabat sejati itu tempat saling berbagi dalam keadaan susah maupun senang. Oke langsung saja untuk menikmati alur Cerita Cerpen Persahabatan Sejati - sahabat Cokelat ini.

SAHABAT COKELAT
Cerpen Rafael Stefan Lawalata

“Irama! Sudah hampir setengah jam kamu di dalam! Ayo cepat!” terdengar suara seorang wanita yang menggelegar di telingaku. Tidak asing lagi pemilik suara “petir” di pagi hari itu, tak lain adalah ibuku. Ibu memang suka sekali bernyanyi setiap pagi, ketika membangunkanku, memanggilku untuk sarapan, atau ketika aku lama di dalam kamar mandi.

Memang, tak terasa waktu yang kuhabiskan ketika aku berada dalam kamar mandi. Segera aku membilas diri, sambil tetap bernyanyi dan dalam hitungan detik aku sudah berjalan menuju kamar. “Cepat sedikit! Kamu belum sarapan juga!” menggelegar kembali suara ibu dari balik pintu kamar. “Ya bu!” kataku sambil memakai seragam putih abu-abu, hari ini hari Senin, aku harus memakai seragam yang lengkap. Topi, dasi, sepatu hitam harus siap sedia.

Dalam hitungan menit, aku telah rapi berpakaian. Tas berisi buku pelajaran hari ini telah siap dalam genggamanku, sebelum aku keluar kamar, kutengok sebentar cermin di kamar. “Bercermin terus, nanti juga cerminnya pecah!” kata seseorang di luar kamarku. “Duh, berisik kamu de! Bisanya ganggu kakak aja,” kataku sambil keluar kamar, hendak mengejarnya namun ia telah masuk ke kamarnya terlebih dahulu. “Bu, ade tuh!” rengekku.

    “Irama! Masih di sana kamu? Sudah cepat makan rotimu! Kalian ini, adik-kakak kenapa bertengkar terus? Nanti kalau sudah jauh, baru kangen-kangenan.” Aku hanya tersenyum malu kepada ibu, memang aku dan adikku tidak akur. Kami sering bertengkar. Walau ia laki-laki dan aku perempuan, tak pernah akur rasanya. Pertengkaran kami biasanya dimulai dengan hal-hal sepele, seperti ketika ia mengejek atau sengaja menyembunyikan barang-barang milikku. Duh, adik seperti itu bikin gemes sekaligus kesel!

Tak sempat duduk di meja makan, aku mengambil setangkap roti bakar isi selai cokelat buatan ibu, sebenarnya tidak cukup untuk dijadikan sarapan, tetapi apa boleh buat, waktu mengejarku. Sambil mengunyah roti itu, aku memakai kedua sepatuku, merapikan dasiku dan segera berlari menuju bapak yang sedang baca koran di depan. “Pak, aku pergi dulu yah,” kataku berpamitan. “Sudah mau berangkat? Tak bareng ademu toh?”

Aku menggelengkan kepala, “Dia masih beres-beres di kamar,” kataku menunjuk ke dalam.
    “Pamit dulu sana sama ibu.”
    “Ya pak,” kataku sambil beralih kepada ibu yang sedang membawakan secangkir kopi panas untuk ayah. “Bu, aku pergi dulu ya.”
    “Rotinya sudah dimakan?” tanya ibu.
    “He-eh sudah kok, aku sudah telat nih, dadah,” kataku seraya berlari ke arah teras.
    “Eh, sebentar Irama!” panggil bapak.
    “Ya, kenapa pak ?”
    “Ini uang jajanmu,” kata bapak sambil memberikan dua lembar sepuluh ribuan kepadaku. “Cukup hingga makan siang kan?”

Aku mengangguk, lalu tersenyum kepada bapak dan ibu. Sungguh baik memiliki kedua orangtua yang selalu pengertian kepada anaknya. “Dadah!” kataku melambaikan tangan dari balik pagar. Kemudian aku mulai berlari-lari kecil dari depan rumahku. Letak sekolahku memang tidak begitu jauh dari sekolah, hanya terpaut sekitar 1 kilometer. Jadi setiap pagi aku berjalan kaki, terkadang bersama adikku, atau dengan temanku, Azka namanya. “Oh ya Azka! Aku kan janjian dengan dia untuk berangkat bareng!” kataku agak panik. Jam tanganku menunjukkan pukul 06.42, sekitar sepuluh menit lagi sekolahku akan masuk. “Aku harus lari pagi nih!” kataku setelah mengikat rambutku lalu mengambil start layaknya seorang pelari. “Aku tak boleh telat! Bisa-bisa kena hukum lagi sama Bapak Surdi!” Peraturan di sekolahku, siswa-siswi yang telat diharuskan membersihkan lapangan sekolah dan tidak boleh masuk jam pertama. “Hari ini ulangan Fisika juga jam pertama, aku tak boleh telat!”

Nafasku berpacu dengan langkahku, rokku yang panjang membuat laju lariku agak terhambat, ingin rasanya aku memakai celana saja karena tidak merepotkan. Lagi-lagi peraturan sekolah yang mewajibkanku. “Peduli amat dengan rok panjang, yang pasti aku tak boleh telat!” Gedung sekolahku sudah terlihat, hanya tinggal berjarak beberapa ratus meter dari gang depan. Aku mengambil nafas sebentar, dan melihat jam tanganku kembali. Pukul 06.48. Masih ada cukup waktu, pikirku. Ketika aku mulai berlari kembali, sesosok wajah yang kukenal lewat di depan wajahku, yang wajahnya sudah tidak asing lagi bagiku. Siswi itu berlari juga seperti aku, hanya saja ia berlari lebih cepat karena tubuhnya yang lebih kecil daripadaku. “Hei, Azka!” teriakku kepadanya. Ya, nama siswi itu adalah Azka, teman sekelasku sekaligus teman rumahku. Dia adalah seorang yang cekatan, lincah, ahli dalam berbicara. Hampir sama denganku, ia juga seorang yang cuek. Berdasarkan kecocokan itulah, kami cepat akrab.

Azka sejenak menoleh, lalu kembali berteriak kepadaku, “Hah? Ira? Kamu juga terlambat?” Aku berlari menghampirinya, “Terlambat? Masih ada waktu kok.” Azka menggelengkan kepalanya, “Kau ini pelupa yah, hari ini hari Senin, upacara tau!”

Seperti tersengat jutaan voltase listrik, aku kaget mendengar. Ya hari Senin! Upacara akan segera dimulai, sekolah pasti masuk sepuluh menit lebih cepat. Untuk itu tadi aku menyiapkan topi, astaga bagaimana aku bisa lupa! “Astaga! Aku lupa Zka!” Azka memang sudah tidak terkejut lagi melihat aku yang pelupa ini. Begitupun dia, bangun kesiangan karena semalam nonton bola bersama ayahnya, begitulah sekiranya ia menjelaskan kepadaku. Tak berbasa-basi lagi, kami berdua berlari menuju pintu gerbang sekolah.
Dugaanku benar. Kami berdua telat masuk pagi itu. Ketika siswa dan siswi yang lain tengah melaksanakan upacara bendera, kami berdua dan beberapa siswa yang terlambat berdiri di halaman depan sekolah, berbaris menunggu hukuman yang akan diberikan. Kulihat satu persatu wajah mereka, ada yang masih mengantuk, ada seorang siswa yang belum menyisir rambutnya, tak pakai dasi, gesper atau bahkan lupa memakai kaos kaki. Aku hanya tertawa sendiri saja melihat hal itu, walau aku sendiri bernasib sama seperti mereka. Dari sekian banyak wajah yang kulihat, di barisan depan aku mengenali seseorang. Seorang siswi berkulit sawo matang dengan rambut lurus tergerai, siapa lagi kalau bukan teman sekelasku, Meli namanya. Dia memang langganan terlambat, wajar saja rumahnya sangat jauh dari sekolah. Dia pernah berkata kepadaku bahwa untuk sampai ke sekolah saja ia membutuhkan waktu sekitar satu jam perjalanan, belum dihitung dengan macetnya. “Bakal ramai nih pagi ini!” kataku kepada Azka yang berbaris di sebelahku, Azka sendiri hanya menatapku bingung.
    “Fiuhhh.... apa tidak ada tugas yang lebih berat selain belajar?” kataku sambil memunguti sampah di dekat pohon bambu, di halaman depan sekolah. “Kalau bapak ibuku melihat ini, mereka akan menangis kurasa.”
    “Ya Ra, aku setuju. Masa kita disuruh mungutin sampah sih?” lanjut Azka sejalan dengan perkataanku.
    “Sudah ah Zka, aku capek! Habis lari disuruh pungutin sampah juga!” Kataku sambil memasukkan sampah plastik dan beberapa dedaunan kering ke dalam tempat sampah. Segera aku duduk di sebelah pohon bambu itu dan membuka tasku, mencari saputanganku untuk menyeka keringat yang bercucuran. “Astaga! Kita melewatkan ulangan Fisika Zka!”

Azka hanya terdiam, dia memang tidak peduli mengenai ulangan pelajaran yang membingungkan itu. “Peduli amat sama itu Ra! Menyusul nanti juga bisa, Bu Yaya baik ini sama kita.”
    “Iya sih, Zka tapi percuma dong aku belajar semalaman...” kataku meratapi buku paket fisika yang kupegang itu. “Lagi-lagi berdua menyusul yah?”
    “Ehem! Bertiga!” kata Meli yang tiba-tiba bergabung bersama kami. “Kalian jahat melupakan aku!”
    “Hehehe, aku lupa ada kamu Mel...” kataku.
    “Eh, ngapain kamu disini? Nanti Pak Surdi tau lho kita gak ngambilin sampah,” jawab Azka yang kini turut duduk di sebelahku.
    “Sudah tenang saja,” jelas Meli. “Pak Surdi gak bisa lihat kita disini, tuh dia berdiri di sana, terlalu jauh untuk melihat kita di ujung sini.” Lalu setelah merasa aman untuk berbincang, kami bertiga sudah larut dalam pembicaraan ala remaja putri.

Tidak terasa hari Senin itu berlalu dengan cepat, bel berbunyi nyaring seakan menyegarkan pikiranku dari pelajaran yang rumit. Ingin segera aku merebahkan diri pada kasur tempat tidurku, menikmati segelas es teh manis dan membaca majalah favoritku, namun sekali lagi aku harus memacu otakku di siang hari yang panas itu. Kami bertiga harus mengikuti ulangan susulan Fisika siang itu juga, bertempat di ruang guru. Untung saja aku sudah belajar, entah dengan kedua temanku itu. Kami duduk berjauhan dalam ruang guru, dengan mata Bu Yaya mengawasi gerak-gerik kami. Setelah setengah jam berlalu, selesai sudah aku berkelut dengan soal-soal Fisika. Azka dan Meli pun mengumpulkan soal mereka beberapa menit setelah aku. Lalu kami berjalan pulang bersama, Aku dan Azka meneruskannya dengan berjalan kaki sementara Meli segera menuju motornya di parkiran sekolah.

    “Zka, daritadi kok aku tidak lihat Adel ya?” kataku memulai pembicaraan.
    “Entahlah,” jawab Azka mengangkat bahunya. “Setahuku dia masuk kok, kalau gak salah dia tadi dijemput sama supirnya.”
    “Sekarang dia sibuk yah,” sambungku, “Kalo ingat dulu kita suka main sama-sama rasanya kangen deh.”
    “Itu sudah 2 tahun lalu Ra, sekarang kita sudah kelas 3, sudah punya kesibukan masing-masing.” Memang benar, kami ber-empat sudah merupakan teman sejak kelas 1 SMA. Saat itu kami masih lucu-lucunya bila dibandingkan sekarang. Temanku yang seorang lagi bernama Adelia, aku biasa memanggilnya dengan Adel. 

Kami ber-empat cukup eksis di sekolah, bukan karena hal buruk lho. Kami ber-empat adalah siswi-siswi yang telah mengharumkan nama baik sekolah, mulai dari Adel yang jago renang; dia adalah seorang atlit renang dan telah memenangkan tiga kompetisi besar sampai saat ini, dan meraih dua emas dan satu perak di antaranya, dia juga jago bermain piano. Kemudian, Meli, walau sekilas dia terlihat biasa saja, sebenarnya dia itu mengikuti olimpiade debat bahasa Inggris dan sudah dua kali membawa nama baik sekolah kami hingga ke tingkat provinsi. Lalu Azka, selain dia yang paling “tomboi” di antara kami, Azka yang seorang atlit karate juga mahir soal berhitung, dia juga dijuluki Mak Pedit, karena setiap meminjamkan uang kepada temannya akan dikenakan bunga, sungguh orang yang perhitungan sekali. Tapi itulah teman-temanku, dan aku sendiri? Irama Melodwi, itulah namaku. “Irama” berarti nada, dan “Melodwi” adalah permainan kata dari “melodi” dan “dwi” yang artinya alunan nada kedua, karena aku anak kedua di keluargaku, setidaknya itu yang bapak pernah bilang padaku. Selain aktif di Paskriba sekolahku, aku pernah mewakili sekolahku hingga tingkat kota, sungguh menyenangkan. Selain itu aku hobi bernyanyi dan kata teman-temanku, suaraku bagus dan merdu. Bukan berarti sombong lho.

Kami semua berteman baik sejak kelas 1 SMA, kemana-mana selalu bersama, suka duka kami cicipi bersama. Dari disanjung oleh satu sekolah hingga ditertawakan oleh satu sekolah pun pernah kami rasakan. Kalau dibilang sahabat tak abadi, bisa dibilang benar bisa dibilang salah, apapun pendapat orang, bagiku mereka adalah sahabatku selama SMA ini. Tapi hubungan persahabatan kami mulai berubah, sejak kedatangan seorang siswa baru, Raden namanya. Entah kenapa karena seorang ini, hubungan kami yang tadinya baik-baik saja kini berubah menjadi “tidak baik-baik” lagi.

Keesokan harinya, saat bel istirahat berbunyi, aku mengajak kedua sahabatku, Azka dan Meli untuk makan ke kantin. Kebetulan aku belum sarapan, karena kesiangan lagi. Namun di tempat kami biasa makan, sudah duduk menanti Adel bersama semangkuk bakso dan segelas es teh di depannya. “Kita telat satu ronde nih,” kataku.

Dengan segera, aku memesan indomie rebus lengkap dengan telor kesukaanku, diikuti oleh Azka dan juga Meli. Tak lupa aku memesan es teh manis sebagai minumannya. Sambil makan, kami mulai larut dalam perbincangan.
    “Del, kamu kemana saja sih? Kok gak main sama kita-kita lagi?” tanyaku.
    “Maaf Ra, aku sibuk les piano, soalnya akan ada lomba, ayahku memintaku untuk meningkatkan latihanku.”
    “Lomba? Kapan Del?” tanya Meli.
    “Tepatnya dua minggu dari sekarang, di Jakarta, aku diikutsertakan sama papaku.”
    “Pantes saja, jadi kamu latihan setiap hari?”
    “Iya Ra, aku gak mau mengecewakan papa.” Aku tersenyum kepadanya, sungguh Adel adalah seorang yang patuh kepada kedua orangtuanya. Tak seperti aku.
    “Ngomong-ngomong soal lomba, kalian udah denger belum soal anak baru yang ganteng itu?” sambung Meli. “Aku denger, siswi-siswi di sini berlomba cari tahu tentang dia lho.”
    “Ah kamu ini,” kataku, “Kalo enggak ngomongin hape, pasti ngomongin cowo, huuu.”
    “Ih biarin, emang kamu enggak penasaran apa sama dia?”
    “Enggak tuh,” jawabku dingin.
    “Huuu, judes amat sih kamu Ra,” balas Meli. Aku hanya menyendok bakso ke dalam mulutku saja, menurutku apa pentingnya membicarakan masalah “cowo”.
    “Oh ya aku tau,” sambung Azka, “Anak cowo pindahan baru itu yah? Kalau gak salah namanya...”
    “Raden!” jawab Adel secepat kilat. “Itu dia anaknya!” katanya sambil menunjuk ke arah seberang meja makan kami, terlihat beberapa anak cowo berjalan ke arah sana, aku kenal beberapa dari mereka. Yang berkacamata di depan adalah Ubay, terus ketua kelas kami Andra, dibelakangnya disusul Evan dan wajah yang ini baru kulihat, laki-laki tinggi berkulit cokelat muda, sudah pasti dia Raden yang dibicarakan.
    “Tuh kan ganteng banget,” kata Meli. “Lihat deh badannya tinggi, mukanya manis dan gayanya itu deh oke banget!”
    “Setuju, aku langsung luluh nih,” Kata Adel sejalan dengan Meli.
    “Ih apasih kalian? Biasa aja tuh dia,” jawabku. “Iya kan Zka?”
    “Akan beda ceritanya kalau Raden itu laki-laki yang punya mobil BMW yang menjemputnya dan selalu traktir siapa saja.”
    “Huuu, kamu juga ikut-ikutan mereka.”

Raden, oh ya aku ingat, murid baru pindahan di kelas sebelah. Tempo hari, Bu Yaya memberitahukannya ketika sedang mengajar, beliau bilang Raden pindahan dari Jakarta, dan sekarang tinggal di sini untuk bersekolah. “Mohon ya kalian menerima dia dan membuatnya nyaman di sekolah kita, walau dia tidak sekelas dengan kalian,” pesan Bu Yaya kepada kami. Sebenarnya aku melihat dia biasa saja, tapi entah kenapa waktu aku melihat dia seolah matanya menyapa mataku, atau mungkin aku hanya berlebihan.

Sepulang sekolah, aku dan Azka kembali jalan berdua. Siang itu cukup terik, jadi aku dan Azka berjalan di balik bayang-bayang gedung sekolah. Aku yang berjalan tanpa melihat ke depan tiba-tiba, BRUK! Aku menabrak seseorang hingga tubuhku jatuh ke belakang, Azka segera menolongku.
    “Oh, maaf ya, aku tak sengaja...” kataku sambil bangun dan astaga! Itu Raden! Itu Raden yang aku tabrak baru saja.
    “Enggak, enggak, aku yang salah, maaf ya...” katanya dengan suara yang terdengar lembut di telingaku. Dia mencoba melihat bed namaku untuk mengetahui siapa yang baru ditabraknya. “Hem, maaf ya... Irama?” katanya.
    “Iya, tak apa kok.”
    “Aku sedikit meleng tadi,” jelasnya. “Kamu gak apa-apa?”
    “Iya, paling Cuma lecet sedikit, sisanya baik-baik aja kok, iya kan Zka?” kataku kepada Raden.
    “Oh, jadi kamu yang bernama Azka?” tanya Raden kepada Azka yang berdiri di sebelahku. Singkat cerita kami berkenalan dan berbincang sebentar, Raden adalah anak yang sopan, baik dan halus kepada perempuan. Bahkan dia menawarkan diri untuk menemani kami pulang, tapi aku menolaknya.
    “Lain kali saja ya Den, aku dan Azka mau buru-buru ke warnet,” jelasku.
    “Baik, tak apa kok,” katanya dengan tersenyum. Segera aku berpamitan dengannya dan menarik tangan temanku, Azka untuk segera berlalu daripadanya.
    “Hei Ra, kok ditolak sih tawarannya? Kan lumayan naik mobil BMW.”
    “Kamu ini, sudahlah biasanya kita pulang jalan kaki juga, jangan males!” kataku sambil berjalan diikuti langkah dari Azka.

Mungkin sejak saat itu, aku baru menyadari bahwa Raden adalah laki-laki yang baik, oh tidak apakah aku suka padanya? Baru saja pertama bertemu, aku langsung teringat terus kepadanya, bagaimana suaranya terdengar atau tatapan matanya yang berbicara kepadaku. Kenapa ini? Rasanya jantungku berdegup cepat, ingin rasanya aku ngobrol dengan Raden lagi. Setiap malam, aku dan ketiga sahabatku itu curhat satu sama lain, tapi kami tidak pernah ngobrol tentang Raden. Jadi aku rasa aku simpan sendiri saja cerita ini buatku.
Kini setiap pagi aku berjalan menuju kelasku, atau ketika makan di kantin, pandanganku tertuju pada Raden. Mengapa ia terlihat begitu baik di mataku? Aku rasa aku menyukai dia. Aku tidak pernah bercerita kepada siapapun mengenai hal ini, kecuali pada Andra, ketua kelasku. Aku menanyakan nomor Hp Raden kepadanya, dengan kedok ingin bertanya soal pelajaran Bu Yaya kemarin. Untung saja Andra tak banyak bertanya, segera setelah itu aku sudah mendapatkan nomor Hp Raden. “Malam ini aku sms dia ah,” kataku dalam hati.

Waktu menunjukkan pukul setengah 8 malam, rasanya sudah berat kedua mataku. Kututup saja buku pelajaran sejarah yang sedari tadi kubaca untuk ulangan besok. Kurebahkan diriku pada ranjang, dan kuambil Hpku. “Ah, aku sms enggak ya Raden? Gimana kalo enggak dibales?” tanyaku. Aku takut mengganggunya, karena sejujurnya aku belum kenal dia, mungkin saja ia sudah lupa sama aku. Tapi akhirnya aku sms dia juga, “Hai Raden, lagi apa? Masih ingat aku, Irama?” Kok aku jadi berdebar-debar yah? Jadi gugup sendirian, gak salah kan sms begitu sama seseorang?

Tak lama, Hpku berdering, satu pesan masuk. Segera saja kubuka, dari Raden ternyata! “Hai juga Irama, iya aku ingat kok, maaf yah soal waktu itu, ada apa?” tanyanya dalam sms. Kuputuskan untuk berbalas sms dengan dia, mulai dari hal-hal kecil hingga yang mendalam. Cukup lama kami berdua smsan. Aku jadi mengetahui, kalau Raden itu pindah ke sini karena ayahnya yang seorang arsitek sedang dinas di kota ini, tapi dia juga tidak tau sampai kapan akan tinggal disini. Tak kusadari jam menunjukkan pukul 9 kurang, aku sudah mengantuk berat rasanya, hingga aku lupa membalas sms darinya kembali.

Hari Sabtu tiba, hari ini tidak ada kegiatan belajar mengajar di sekolahku. Aku diminta oleh adik kelasku untuk melatih junior-junior Paskibra. Jadi sudah sejak pukul 7 pagi aku berada di sekolah. Sampai kira-kira jam 9, aku yang sedang beristirahat, melihat Hpku dan baru menyadari kalau sms dari Raden semalam belum dibalas. Maka aku mengirimkan pesan kepadanya, “Maaf yah semalam aku ketiduran, hehehe.” Kami pun mulai smsan lagi, dan aku juga baru tau kalau Raden tidak ke sekolah hari itu. Dia bersama teman-temannya sedang bermain di rumah Andra. Cukup lama kami smsan, hingga malam pun masih aku tekuni. Dia itu tidak membosankan orangnya, asik diajak bicara dan sopan sekali. Aku juga bercerita kepada ibu mengenai hal ini, ibu hanya berpesan, “Jangan terlalu terlena dengan laki-laki, kalau sudah jatuh nanti sakit rasanya.”

Sudah satu bulan ini setiap hari aku smsan sama Raden, walau aku masih bermain dengan Azka, Adel dan Meli, sedikitpun tak pernah aku singgung masalah ini dengan mereka. Cukup aku saja yang mengetahuinya. Tapi, entah kenapa aku merasa nyaman sama Raden, apa karena dia baik dan sopan ya? Dia juga terkenal baik di antara guru. Tetapi aku masih bingung, sebenarnya aku suka sama dia atau tidak? Ketika di sekolah kami jarang bertemu, karena aku bersama-sama dengan teman-temanku, sementara dia bersama teman-temannya. Kadang, ketika aku dan teman-teman melihat dia, dia seolah melirik kepadaku dan tersenyum, atau karena perasaanku saja ya?

Malam itu, setelah selesai mengerjakan tugas bahasa Inggris, aku kembali sibuk dengan Hpku. Tapi dari jam makan malam, hingga sudah mengantuk, tidak kuterima sms dari Raden. Ingin aku mengirim sms kepadanya dan kembali berbincang seperti biasa, tapi aku malu, dan kenapa harus aku terus yang sms dia duluan? Malam itu terasa sepi, tanpa sms dari dia yang aku tunggu.

Keesokan harinya, ketika sedang berkumpul dengan teman Paskibra, aku memutuskan untuk bercerita dengan seorang temanku yang lain. Aku yakin dia tidak bermulut ember dan bisa menyimpan rahasia ini antara kami berdua.
    “Hei, Syahra, bisa ngobrol sebentar?” tanyaku.
    Syahra, yang sedang duduk sendirian segera mempersilahkanku, “Kenapa Ra? Sini duduk disebelahku.”
    Kutaruh tasku disebelahku, “Begini, aku bingung mau mulai cerita darimana sama kamu...”
    “Tentang apa Ra? Kamu lagi ada masalah?”
    “Bukan, bukan itu. Aku mau ngomong tapi enggak enak, aku malu.”
    “Kenapa harus malu?”
    “Janji yah kamu enggak akan ketawa atau bilang ini ke orang lain?” tanyaku sambil menatap matanya.
    “Iya Ra, aku janji, kenapa?”
Lalu aku mulai bercerita kepada Syahra, mulai dari aku bertabrakan dengan Raden hingga kemarin malam aku tidak smsan dengan dia. Syahra mendengarkan dengan seksama, hingga aku selesai bercerita, dia mendengarkannya dengan penuh perhatian dan serius.
    “Jadi, gimana menurutmu?” tanyaku.

Syahra tertawa cukup keras. Segera aku menjadi malu, karena beberapa teman dan junior lainnya melihat ke arahku dan dia. Aku yang diliputi rasa malu dan wajah yang memerah, ingin segera bangkit darisana dan pergi. Tapi, Syahra menahan tanganku.
    “Eh, eh mau kemana kamu Ra?” cegahnya memegang tanganku. “Aku belum ngomong apa-apa.”
    “Habisnya kamu ngetawain aku begitu sih,” kataku kesal sambil kembali duduk.
    “Maaf, maaf, habisnya kamu lucu sih Ra.”
    “Lucu kenapa?”
    “Itu artinya kamu suka sama dia, tapi kamu enggak mau ngakuin kan?” tanya dia kembali. “Kalau ada dia kamu nyaman, kalau lihat dia kamu suka senyum-senyum sendiri, apa lagi yang kamu tunggu?”
    “Maksud kamu yang aku tunggu?” tanyaku penuh keheranan.
    “Iya, kamu tunggu apa lagi, tunggu dia nembak kamu gitu Ra?”
    “Eh, kok kamu bisa berpikiran begitu?”
    “Kamu ini gimana, kalau kamu suka sama dia, buat apa nunggu lagi? Keburu diambil orang nanti Ra, yang ada kamu nyesel belakangan.”
    “Tapi aku kan cewe...” kataku.
    “Terus, cewe gak boleh nembak gitu? Kuno amat sih kamu! Kalau aku jadi kamu sih, aku akan tembak dia segera, dan nyatain perasaan sama dia. Sebentar lagi valentine nih, aku sih akan beli cokelat terus nyatain perasaanku sama dia deh, tapi sebelum itu aku cari tau dulu bagaimana perasaan dia sama kamu.”
    “Terus, kalau ternyata dia gak suka sama aku? Setelah aku nyatain perasaan malah gak bisa sedeket kaya begini gimana dong?”
    “Ra, Ra, kamu ini terlalu medok ya? Soal diterima atau enggaknya itu belakangan, yang penting kamu enggak sakit nahan perasaan yang kamu miliki buat dia, setelah nyatain kamu akan lega, soal nantinya itu terserah dia mau jawab apa kan?”

Memang benar kata temanku ini, aku memang tak bisa menyimpan perasaan ini lebih lama lagi. Rasanya bercampur aduk antara suka, khawatir, takut dan penasarannya. Syahra benar, aku harus menyatakan perasaan ini, aku harus berani. Setidaknya itu yang ada di pikiranku sekarang. Tapi bagaimana nanti aku bercerita sama Azka, Adel dan Meli? Mereka mendukungku atau tidak.

Malam pun kembali tiba, bintang-bintang bersinar kelap-kelip di angkasa, dengan sang rembulan mengawasi setiap gerakannya. Waktu telah menunjukkan pukul 8, lagi-lagi kesepian menghantuiku. Rasa bosan mendekapku dalam, karena tak ada sms dari Raden, hanya sms dari Azka yang menanyakan ulangan besok dan sms dari Meli yang membicarakan hape barunya. “Ayo dong Den, kamu kemana? Sms aku dong.”

Beberapa menit setelahnya, hpku berdering, memecah kesunyian malam. Segera aku melompat dari ranjangku dan membuka sms itu. Dari Raden! Astaga telah kunantikan sms dari dia, namun kali ini bukan sms seperti biasa, dia mengirimkan sepotong puisi kepadaku dengan judul Semanis Lautan Madu, yang cukup panjang juga. Begitu menyentuh kata-kata yang ia kirimkan, setelah itu aku segera membalas sms darinya, “Puisinya bagus Den.” Setelah itu kami kembali smsan hingga larut malam, betapa senangnya aku bisa kembali smsan dengan dia. Aku bertanya kemana dia dua hari ini baru bisa sms sekarang, dia berkata bahwa dia sedang sibuk dengan tugas-tugas, seolah mengiyakan aku juga menjawab bahwa tugas-tugas pelajar sekarang sangat membebani. Aku pun seperti biasa, tertidur duluan.

Hari Valentine tinggal beberapa hari lagi, tak sabar rasanya aku memberikan hadiah sekotak cokelat kepada Raden, sekaligus untuk menyatakan perasaanku kepadanya. Saat itu, seperti biasanya kami ber-empat duduk di kantin dan ngobrol. Kali ini senyuman terus menghiasi wajahku.
    “Duh, si Ira baru dapat bonus dari ortunya nih,” kata Meli memulai pembicaraan.
    “Iya, daritadi senyum-senyum terus, bonusnya banyak yah Ra? Traktir kita-kita dong,” pinta Azka.
    “Ih apasih kalian? Enggak kok, aku lagi seneng aja,” jawabku.
    “Seneng kenapa sih?” tanya Meli.
    “Ada deh pokoknya.”
    “Tapi, dibalik senyummu ada yang cemberut tuh,” kata Azka sambil melirik ke arah Adel. Adel terlihat diam saja, dengan wajah yang tidak seceria Adel yang biasa.
    “Kamu kenapa Del?” tanyaku.
    “Enggak kenapa-kenapa kok, cuma cape aja,” jawabnya singkat.
    “Yakin? Kamu gak seperti biasanya Del.”
    “Enggak kenapa-kenapa kok temen-temen, sudah ya aku duluan ke kelas,” katanya seraya meninggalkan kami bertiga. Aneh, pikirku. Adel yang biasanya ceria, kini menjadi pendiam.
    “Ada apa ya sama Adel?” tanya Meli.
    “Tau deh, mungkin dia lagi males ngomong sama kita-kita, aku denger-denger Adel lagi suka sama seseorang,” jelas Azka.
    “Sama siapa Zka?” tanyaku.
    “Tau deh, coba aja kamu cari tau.”
    “Hah sudah, daripada ngomongin Adel, gimana kalau kalian temenin aku nanti pulang sekolah? Mau nggak?” tanya Meli.
    “Kemana Mel?” tanya Azka, “Kayaknya aku enggak bisa deh, soalnya mamaku ngajak aku jalan-jalan sore nanti.
    “Ih, kamu kok begitu sih Azka, aku mau beli hadiah buat adikku, kalo kamu gimana Ra?” tanyanya kepadaku. “Bisa kan temenin aku?”
    “Duh maaf ya Mel,” jawabku, “Nanti sore aku mau ke dokter gigi sama ibu, aku udah janji jauh-jauh hari.” Sebenarnya, sore nanti aku mau membelikan cokelat sebagai hadiah untuk Raden. Aku terpaksa berbohong sama teman-temanku.
    “Yaudah deh, aku sendiri aja,” kata Meli.
Baru kali ini aku menolak ajakan teman-temanku, untuk seorang cowo. Aku rela meninggalkan waktu bersama teman-teman, hanya untuk membelikan hadiah untuk Raden. Tetapi inilah kata hatiku, aku tidak dengan teman-temanku, akan tetapi ini harus aku lakukan. Sesekali saja aku mengikuti apa yang hatiku katakan.

Maka sore harinya, setelah izin kepada ayah dan ibu, aku pergi sendirian ke mall di dekat rumahku. Sambil melirik-lirik setiap toko kue dan cokelat yang ada disana, aku memilih cokelat yang baik untuk hadiah. Langkahku terhenti di sebuah toko cokelat kecil di lantai tiga, tepat di sebelah toko buku. Aku membeli sekotak cokelat berbentuk hati, yang menggambarkan perasaan hatiku untuk Raden. “Semoga dia suka,” kataku dalam hati lalu aku berjalan pulang meninggalkan toko tersebut.

Hari yang kunantikan telah tiba, hari Valentine yang penuh dengan nuansa cinta. Walau aku bukan seorang perempuan yang terlalu “feminim” tapi untuk acara malam ini, aku memilih untuk berdandan. Tepat hari Sabtu, malam minggu, akan diadakan acara rapat perpisahan untuk kelas 3, dan aku termasuk salah seorang panitia kelas. Raden pun akan datang, dan kesempatan ini akan aku manfaatkan untuk menyatakan perasaanku kepadanya. Kalau tidak salah, rapat dimulai jam setengah tujuh malam, aku segera menyiapkan kotak cokelat yang kubungkus rapi dengan pita berwarna merah dan kumasukkan ke dalam tasku. Hanya dengan memakai kaos coklat dan jeans, beserta bando favoritku, aku segera melangkahkan kaki menuju sekolahku.

Jam tanganku menunjukkan pukul 6.20 tepat, ketika aku tiba di pintu gerbang. Ketika berjalan masuk, aku melihat motor Meli diparkirkan di parkiran sekolah, apa yang dia lakukan sesore ini di sekolah, pikirku. Ah sudah tak usah ambil pusing soal dia. Aku berjalan melewati lapangan dan kudapati Azka yang baru selesai latihan karate, dia hanya melambaikan tangannya dari kejauhan. Kubalas lambaian tangannya itu. Tetapi, sudah sesore ini, kenapa dia belum pulang? Setahuku, latihan karate telah selesai setengah jam yang lalu. Tapi sudahlah, kenapa aku malah memikirkan dia?

Aku segera berjalan ke arah aula untuk berkumpul dengan yang lainnya. Disana sudah ada beberapa teman yang telah tiba, dan Raden pun sudah disana. Aku duduk di dekat pintu keluar, dan mengamati dirinya dari kejauhan, sayangnya aku tidak bisa mendekat saat itu. Dia terlihat sedang bercengkrama dengan beberapa temannya.

Rapat dimulai, semua siswa dan siswi segera duduk berkumpul membentuk lingkaran. Aku dan Raden tepat duduk berhadapan, bergetar rasanya hatiku ketika menatap matanya. Dia tersenyum kembali ketika melihatku. Antara ragu dan yakin, untuk mengatakan perasaan yang sebenarnya. Rapat dibuka oleh ketua panitia, dan rapat itu berlangsung semu. Waktu berjalan sangat lambat bagiku, satu menit bagaikan satu jam rasanya. Tanpa berpikir ke arah rapat, aku hanya berpikir kata-kata apa yang cocok untuk kusampaikan kepada Raden nanti.
Rapat selesai tepat pukul 7.15 malam, yang menghasilkan ketidaksetujuan. Panitia yang hadir belum dapat menemukan titik temu antara pendapat-pendapat yang masuk, sehingga rapat ditunda dan akan dilaksanakan segera setelah pengumuman diberikan. Ini saatnya, kataku. Setelah melihat suasana agak sepi, aku yang sudah dari tadi menanti di intu gerbang, menunggu Raden untuk berjalan keluar. Kotak cokelat itu masih kusimpan di dalam tasku. “Aku harap dia menyukainya, tetapi dia mau enggak ya?” tanyaku berulang-ulang dalam hati, gusar rasanya menanti ketidakpastian ini. Setelah lima belas menit menunggu, akhirnya keluarlah Raden dari dalam. Segera aku menghampirinya.
    “Hei, Raden,” sapaku dengan senyuman.
    “Oh hei Ira, lagi apa kamu disini? Belum pulang?” tanyanya agak terkejut.
    “Iya, aku lagi nunggu seseorang,” kataku malu-malu.
    “Oh ya? Siapa yang kamu tunggu?”
    “Kamu Raden.”
    “Aku? Kamu nunggu aku? Ada apa memangnya?”
Jantungku berdegup kencang, seperti mobil balap yang sedang berpacu menuju garis finish. Tak ada waktu untuk mundur lagi, sekaranglah waktu untuk mengatakannya.
    “Sebenernya, aku... sebenernya...”
    “Ya, apa sebenernya Ra?” tanyanya dengan halus. Sungguh membuat bulu romaku berdiri.
    “Den, aku... aku suka sama kamu...” kataku terputus-putus. Rasanya jantungku semakin berdetak cepat. “Sudah lama, ya sudah lama.... aku ingin mengatakan itu, aku... aku suka sama kamu Den. Ini... ini untuk kamu...” kataku seraya memberikan sekotak cokelat dari dalam tasku kepadanya.
    Raden yang pandangannya penuh kelembutan, mendadak terdiam. Matanya membelalak seakan kaget, dan mulutnya mulai terbuka lebar. Dia tertawa dengan kencang.
    “Hahahaha, kenapa rupanya kalian ini?” katanya sambil tertawa.
Aku agak kaget, yang tadinya jantungku berdegup kencang, kini menjadi hilang ketegangan itu. Kini aku merasa kesal bercampur malu. “Kenapa? Kenapa kamu tertawa Den? Memangnya lucu yah?”
    Raden masih saja tertawa. “Hahaha, dengarkan. Dengarkan aku dulu Ira, pertama, aku ini sudah memiliki pacar, kedua, aku hanya menganggapmu sebagai teman, janganlah kamu beranggapan lebih, dan ketiga...”
Entah mengapa aku tidak kaget mendengar hal itu, apa karena aku telah menyatakan perasaanku kepadanya? Atau karena aku berhasil menebak apa yang akan dia katakan.
    “Apa yang ketiga?” tanyaku penasaran.
    “Hari ini kamu adalah perempuan ke-empat yang menembak aku dengan cara yang sama seperti yang sebelumnya...”
    “Hah?” kataku kaget. “Maksud kamu?”
    “Itu lihatlah di dalam,” katanya menunjuk ke arah lapangan sekolah. Disana aku melihat ketiga sahabatku, Azka, Adel dan Meli sedang berdiri di pinggir lapangan.
    “Sekali lagi maaf ya Ra, aku tak menganggapmu lebih.”
    “Oh, ya tak apa, maafkan aku juga.” Lalu aku pamit kepada Raden, sejujurnya aku tidak sedih, tidak kecewa dan juga tidak senang. Hanya saja aku merasa sangat lega, karena telah menyatakan perasaanku kepadanya. Mungkin Raden bukan pilihan yang tepat untukku.
Aku segera berlari menuju ke arah sahabat-sahabatku itu. Terlihat Meli dan Azka sedang duduk bersama Adel yang tertunduk diam. Aku menghampirinya, “Hei, sedang apa kalian disini?”
Kaget dengan kehadiranku, Meli dan Azka segera bangkit berdiri, sementara Adel yang tadinya tertunduk diam segera melirik ke arahku, menghapus air matanya dan berhenti menangis. “Kamu kenapa Del?” tanyaku.
    “Lho? Kamu juga rupanya?” tanya Meli.
    “Juga apanya?” tanyaku kembali.
    “Raden,” kata Adel yang masih merah matanya. “Kamu juga ditolak sama Raden kan?”
    Aku diam sejenak, jangan-jangan ketiga sahabatku ini juga berpikiran yang sama seperti aku. “Tunggu sebentar... jadi kalian juga?”

Mereka bertiga mengangguk. Kemudian aku mulai tertawa dengan keras. Ketiga sahabatku itu melihatku penuh keheranan. “Kenapa kamu Ra?” tanya Azka.
    “Hahaha lucu yah, kita semua begini, gara-gara Raden seorang...” jawabku.
    “Ya, karena seorang cowo, kita semua jadi tidak sedekat dulu,” sambung Meli. “Maafkan aku ya teman.”
    “Aku juga,” susul Azka. “Bodohnya kita berlomba-lomba mendapatkan hati satu orang laki-laki, toh cowo yang ganteng dan tajir tidak hanya dia kok.”
    “Setuju!” sambung Meli.
    “Aku juga ya teman,” kataku sambil merangkul ketiga sahabatku itu. “Maafkan kalian selama ini aku diam saja dan tidak bercerita, bahkan aku berbohong kepada kalian.”

Meli tersenyum padaku, begitu juga Azka. Namun Adel masih terlihat sedih. “Sudahlah Del,” kataku, “Kamu itu cantik, banyak cowo lain yang suka sama kamu.”
Adel kembali tersenyum dan mendekapku kini. “Kamu benar Ra, aku bodoh ya menangis untuk hal yang tidak diperlukan.”
    “Mungkin kita semua bodoh ya,” kataku kepada mereka. “Karena Raden kita jadi begini dan melupakan persahabatan kita, mulai saat ini, ayo kita lupakan sejenak masalah cowo dan kembali bersama-sama lagi seperti dulu.”
    “Kau benar, aku setuju,” kata Meli diikuti yang lainnya. Kemudian kami tertawa bersama karena menyadari kekeliruan kami. Meninggalkan sahabat untuk seorang lelaki? Tidak akan pernah lagi.
    “Sebentar Ra, terus cokelat ini buat apa?” tanya Meli. “Kalian masing-masing bawa satu kan?” Kami semua mengangguk.

Aku memutar otakku sebentar dan mendapatkan ide yang baik. “Begini saja, bagaimana kalau kita makan cokelat yang kita punya bersama-sama? Itulah arti sahabat yang sesungguhnya, cokelat persahabatan sebagai hadiah terindah di hari Valentine ini, hari kasih sayang sahabat.” Mereka semua setuju, dan kami pun bertukaran cokelat dan memakannya bersama-sama. Inilah makna Valentine yang sesungguhnya, bukanlah cinta, bukanlah cokelat, akan tetapi kehadiran kita sebagai seorang sahabat yang selalu dibutuhkan bagi orang lain.

Seminggu setelahnya, kami sudah berteman baik kembali bahkan semakin dekat. Soal Raden? Ya, biarlah dia mengurus urusannya sendiri. Aku dan Raden hanya berteman saja kini. Tetapi aku, Azka, Adel dan Meli adalah sahabat selamanya. Janji kami disaksikan oleh “sahabat cokelat”.

Siang itu ketika istirahat, kami ber-empat kembali makan di kantin. Sedang asyik-asyiknya makan datanglah Syahra bergabung bersama kami. “Eh, kalian sudah dengar cerita baru belum?” Aku mengangkat bahuku mendengarnya.
    “Apa memangnya?” tanyaku.
    “Itu lho, murid pindahan baru, Edo namanya, ganteng dan manis banget, tuh orangnya,” katanya kembali. Kami ber-empat segera melirik satu sama lain, dan kemudian berkata, “Enggak akan kena lagi tuh!” Lalu kami tertawa bersama. Syahra hanya heran melihatnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar