LEMBAGA
PERMASYARAKATAN
A.
Pendahuluan
Tidak
ada manusia yang sempurna, setiap manusia pernah melakukan kesalahan. Berbagai
macam kesalahan yang dibuat seseorang terkadang mengharuskan seseorang menekam
dipenjara atau lembaga permasyarakatan. Dalam pasal 3 UU No.12 tahun 1995
tentang permasyarakatan tempat untuk melaksanaan pembinaan narapidana dan anak
didik permasyarakatan. Sebelum dikenal istilah lapas di indonesia, tempat
tersebut disebut dengan istilah penjara. Lembaga pemasyarakatan merupakan unit
pelaksanaan teknis di bawah direktorat jenderal permasyarakatan kementrian
hukum dan hak azazi manusia.
Merupakan himpunan dari norma-norma dari
segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dikehidupan
masyarakat. Kalau dilihat dari namanya lembaga permasyarakatan mempunyai fungsi
memasyarakatkan para narapidana supaya dapat diterima dikalangan masyarakat.
Adapun menurut pasal 3 UUD No.12 tahun 1995 tentang permasyarakatan, fungsi
lembaga permasyarakatan adalah menyiapkan warga binaan permasyarakatan agar
dapat berintegrasi secara sehat dan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali
sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.
B.
LEMBAGA
PERMASYARAKATAN
1.
Keberadaan Lembaga
Permasyarakatan
Pengertian
lembaga permasyarakatan dalam pasal 1 angka 3 undang-undang No. 12 tahun 1995
tentang permasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan terhadap
narapidana dan anak didik permasyarakatan. Lembaga permasyarakatan sebagai unit
pelaksanaan teknis dibidang pembinaan narapidana berada dibawah dan bertanggung
jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Dapartemen Hukum dan HAM.
Lembaga
permasyarakatan didirikan disetiap ibukota kabupaten atau kotamadya, namun bila
diperlukan dapat didirikan ditingkat kecamatan atau administratif. Hal tersebut
dimaksudkan guna meningkatkan mutu pelayanan hukum dan pemerataan memperolaeh
keadilan bagi warga binaan permasyarakatan dan keluarganya dengan memperhatikan
perkembangan wilayah atau luar wilayah, pertambahan penduduk dan peningkatan
jumlah tindak pidana yang terjadi diwilayah kecamatan atau kota administrasi
yang bersangkutan.
Untuk
mewujudkan pelaksanaan pidana yang efektif dan efesien, maka lembaga
permasyarakatan dibagi kedalam beberapa kelompok yaitu:
a. Menurut
usia
1) Lembaga
permasyarakatan untuk anak
2) Lembaga
permasyarakatan khusus pemuda
3) Lembaga
permasyarakatan untuk dewasa
b. Menurut
jenis kelamin
1) Lembaga
permasyarakatan khusus wanita
2) Lembaga
permasyarakatan khusus laki-laki
c. Menurut
kapasitasnya
1) Lembaga
permasyarakatan kelas I
2) Lembaga
permasyarakatan kelas II
3) Lembaga
permasyarakatan kelas III
Kedudukan lembaga permasyarakatan (LAPAS)
adala unit pelaksanaan teknis dibidang pembinaan narapidana. Lembaga
permasyarakatan berada dibawah departemen hukum dan HAM. Lembaga
permasyarakatan bertanggung jawab langsung kepada kantor wilayah dapartemen
Hukum dan HAM. Lembaga permasyarakatan secara teknis adalah tempat pembinaan
bagi para narapidana.
Lembaga permasyarakatan (LAPAS) bertugas
memberikan bimbingan kemasyarakatan dan pelayanan masyarakat, bimbingan klien
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hal
ini bertujuan agar setelah keluar dari lapas atau masa tahanan berakhir
narapidana dapat kembali hidup dilingkungan masyarakat dan dapat diterima
kembali oleh lingkungan.
2.
Pola Pembinaan dan Bimbingan
di Lembaga Permasyarakatan
Pembinaan
bertujuan agar narapidana setelah selesai menjalani masa pidananya tidak akan
mengulangi perbuatannya (kejahatan) dan dapat hidup bermasyarakat secara wajar
dan ikut berpartisipasi didalam pembangunan. Oleh karena itu setiap narapidana
didalam lembaga permasyarakatan dibina dan dididik agar menyesali perbuatannya
dan mengembangkannya menjadi warga binaan permasyarakatan yang baik dan taat
kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral serta dibina dalam hal
kemandirian sebagai bekal hidup dikemudian hari apabila sudah pulang dari
lembaga permasyarakatan.
Pada
dasarnya ruang lingkup pembinaan dapat dibagi kedalam dua bidang yakni:
a. Pembinaan
kepribadian yang meliputi:
1) Pembinaan
kesadaran beragama
Usaha ini diperlukan
agar dapat diteguhkan imannya terutama memberi pengertian agar warga binaan
permasyarakatan dapat menyadari akibat dari perbuatannya yang benar dan
perbuatannya yang salah.
2) Pembinaan
kesadaran berbangsa dan beragama
Menyadarkan mereka agar
dapat menjadi warga negara yang baik yang dapat berbakti bagi bangsa dan
negaranya. Perlu disadarkan bahwa berbakti untuk bangsa dan negara adalah
sebagian dari iman (taqwa).
3) Pembinaan
kemampuan intelektual (kecerdasan)
Usaha ini diperlukan
agar pengetahuan serta kemampuan berfikir warga binaan permasyarakatan semakin
meningkat sehingga dapat menunjang kegiatan-kegiatan positif yang diperlukan
selama masa pembinaan.
4) Pembinaan
kesadaran hukum
Pembinaan kesadaran
hukum bagi warga binaan permasyarakatan dilaksanakan dengan memberikan
penyuluhan hukum yang bertujuan untuk mencapai kadar kesadaran hukum yang
tinggi sehingga sebagai anggota masyarakat, mereka menyadari hak dan
kewajibannya dalam rangka turut menegakkan hukum dan keadilan, perlindungan
terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban, ketentraman, kepastian hukum
dan terbentuknya prilaku setiap warga negara indonesia yang taat kepada hukum.
5) Pembinaan
mengintegrasikan diri dengan masyarakat
Pembinaan dibidang ini
dapat dikatakan juga pembinaan kehidupan sosial kemasyarakatan, yang bertujuan pokok
agar bekas narapidana mudah diterima kembali oleh masyarakat lingkungannya.
Untuk mencapai ini, kepada mereka selama dalam lembaga permasyarakatan dibina
terus untuk patuh beribadah dan dapat melakukan usaha sosial secara gontong
royong sehingga pada waktu mereka kembali kemasyarakat mereka telah memiliki
sifat-sifat positif untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat
lingkungannya.
b. Pembinaan
kemandirian
Pembinaan kemandirian
diberikan melalui program-program:
1) Keterampilan
untuk mendukung usaha-usaha mandiri, misalnya kerajinan tangan, industri, rumah
tangga, reparasi mesin dan alat-alat elektronika dan sebagainya.
2) Keterampilan
untuk mendukung usaha-usaha industri kecil, misalnya pengelolaan bahan mentah
dari sektor pertanian dan bahan alam menjadi bahan setengah jadi dan jadi (contoh mengolah rotan menjadi perabotan
rumah tangga, pengolahan makanan ringan berikut pengawetannya dan pembuatan
batu bata, genteng ,batako).
3) Keterampilan
yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya masing-masing. Dalam hal ini bagi
mereka yang memiliki bakat tertentu diusahakan pengembangan bakatnya itu.
Misalnya seorang narapidana yang berbakat dalam bidang desain grafis akan
dibina agar nanti pada saat keluar penjara dapat bekerja atau membuka usaha
desain grafis.
4) Keterampilan
untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan pertanian (perkebunan)
dengan menggunakan teknologi madya atau teknologi tinggi, misalnya industri
kulut, industri pembuatan sepatu kualitas eksport, pabrik tekstil, industri
minyak atsiri dan usaha tambak udang.
Dalam proses pembinaan narapidana oleh
lembaga pemasyarakatan dibutuhkan sarana
dan prasarana pendukung guna mencapai keberhasilan yang ingin dicapai.
Sarana dan prasarana tersebut meliputi :
a. Sarana
gedung Pemasyarakatan k
Gedung
pemasyarakatan merupakan representasi keadaan penghuni di dalamnya. Keadaan gedung yang layak dapat
mendukung proses pembinaan yang sesuai harapan. Di Indonesia sendiri, sebagian
besar bangunan lembaga pemasyarakatan merupakan warisan colonial, dengan
kondisi infrastruktur yang terkesan “angker” dan keras, tembok tinggi yang
mengelilingi dengan teralis besi menabah kesan seram penghuninya.
b. Pembinaan
Narapidana
Bahwa
sarana untuk pendidikan keterampilan di Lembaga Pemasyarakatan sangat terbatas,
baik dalam jumlahnya maupun dalam jenisnya, dan bahkan ada sarana yang sudah
demikian lama sehingga tidak berfungsi lagi, atau kalau berfungsi, hasilnya
tidak memadai dengan barang-barang yang diproduksikan di luar (hasil produksi
perusahaan).
c. Petugas
Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan
Berkenaan
dengan masalah petugas pembinaan di
lembaga pemasyarakatan, ternyata
dapat dikatakan belum sepenuhnya dapat menujang tercapainya tujuan dari
pembinaan itu sendiri, mengigat sebagian besar dari mereka relative belum
ditinjang oleh bekal kecakapan melakukan pembinaan dengan pendekatan humanis
yang dapat menyetuh perasaan para narapidana, dan mampu berdaya cipta dalam
melakukan pembinaan.
3.
Masalah-Masalah yang Dialami
oleh Napi di Lembaga Pemasyarakatan
Berbagai masalah dapat terjadi di
lembaga pemasyarakatan atau lapas, diantaranya :
a. Kelebihan
Kapasitas
Jumlah
penghuni lapas yang melebihi daya tampung menjadi persoalan utama. Demikian
juga kuantitas dan kualitas petugas penjara yang sangat minim adalah
permasalahan klise namun sangat mendasar dan sangat mendesak untuk segera di
tuntaskan. Seperti yang belum lama terjadi di lapas Tanjung Gusta Medan. Jumlah
penghuninya mencapai 2.600 orang meski daya tampungnya hanya untuk 1.054 orang.
Kapasitas lapas itu melebihi kuota sampai 247 persen.[1]
b. Kerusuhan
Kerusuhan
yang terjadi di dalam lapas dapat disebabkan oleh berbagai hal. Diantaranya
adalah kelebihan kapasitas lapas yang menyebabkan oleh berbagai hal. Di
antaranya adalah kelebihan kapasitas lapas yang menyebabkan minimum fasilitas
untuk setiap penghuni lapas, seperti minimnya pasokan air dan listrik. Adanya
nara pidana yang terlibat perselisihan juga menyebabkan kerusuhan di lapas.
c. Stress
Pada Penghuni Lapas
Ketika
seseorang “harus” memasuki kehidupan barunya di penjara, mau tidak mau ia harus
mengalami banyak kehilangan, seperti kehilangan kemerdekaan yang disertai
kehilangan otonomi, kehilangan rasa aman, kehilangan pekerjaan serta pelayanan
pribadi.
Kehilangan-kehilangan
tersebut secara sendirimerupakan sumber stress bagi seseorang. Tidak diherankan
jika lapas rutan menjadi tempat yang pontesial bagi timbulnya gangguan-gangguan
psikologis seperti kecemasan dan depresi.
Kehilangan
atau terpisah dengan anggota keluarga, perubahan aktifitas social, perubahan
lingkui ngan (fisik maupun sosial) serta mendadak, kehilangan pekerjaan, dalam
skala stress adalah sumber stress yang pontensial menyebabkan gangguan psikologis
seperti gangguan kecemasan dan depresi, bahkan dalam kondisi ekstrim sering
kali diikuti dengan tindakan percobaan bunuh diri.[2]
d. Kekerasan
dalam Lapas
Kekerasan dalam lapas tidak dapat
dihindarkan, kekerasan yang terjadi sesame penghuni lapas, karena perselisihan
antara penghuni lapas atau warga bina. Kekerasan juga dapat terjadi pada
narapina yang dilakukan sipir penjara dari uraian tadi dapat berbagai masalah
yang mukin dihadapi oleh narapidana dalam lapas. Diantaranya kebihan kapasitas
dalam lapas yang akan menyebabkan kekurangan pasilitas, seperti fasilitas air
dan listrik. Kelebiahan kapasitas lapas juga dapat menyebabkan kerusuhan di
lapas. Stress dan narapidana yang kecemasan juga dapat dihindarkan oleh para
napi.
4.
Model-Model Konseling yang
dapat Diterapkan untuk Napi di Lembaga Kemasyarakatan
Berbagai layanan konseling dapat
diterapkan dalam membantu napi dilapas. Pelayanan yang diberikan dapat dengan
menggunakan berbagai metode dan pendekatan. Beberapa bentuk konseling yang
dapat digunakan:
a. Pendekatan
Behavioristik
Setiap
segi kehidupan adalah proses belajar. Pendekatan behavioral atau perilaku
adalah peneraparan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai
teori belajar. Konseling model ini menyertakan penerapan yang sistematis
prinsip-prinsip belajar pada perubahan prilaku ke arah cita-cita yang adaptif.
b. Pendekatan
Logo Terapi
Konseling
logo terapi merupakan konseling untuk membantu individu mengatasi masalah
ketidak jelasan makna dan tujuan hidup, yang sering menimbulkan kehapaan dan
hilangnya gairah hidup. Dalam logo terapi masalah adalah ujian hidup yang
menurut Frankl harus dihadapi dengan keberanian dan kesabaran. Keberanian untuk
membiarkan masalah ini sementara waktu tak terpecahkan, dan kesabaran untuk
tidak menyerah dan mengupayakan penyelesaian.
c. Pendekatan
Rational Emotif Therapy
RET
dikembangkan oleh seorang eksistensialis albert elis pada tahun 1962.
Sebagaimana diketahui aliran ini dilatar belakangi oleh filsafat
eksistensialisme yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Menurut
Ellis bukanlah pengalaman atau peristiwa eksternal yang menimbulkan emosional,
akan tetapi tergantung pada pengertian yang diberikan terhadap peristiwa atau
pengalaman itu. Gangguan emosi terjadi disebabkan pikiran-pikiran seseorang
yang bersifar irasional terhadap peristiwa dan pengalaman yang dilaluinya. RET
bertujuan untuk memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berfikir,
keyakinan, serta pandangan klien yang irasional menjadi rasional sehingga ia
dapat mengembangkan diri dan mencapai realisasi diri yang optimal.[3]
C. Penutup
Kesimpulan
Lembaga
permasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan terhadap narapidana
dan anak didik permasyarakatan. Lembaga permasyarakatan (LAPAS) adala unit
pelaksanaan teknis dibidang pembinaan narapidana. Lembaga permasyarakatan
berada dibawah departemen hukum dan HAM. Lembaga permasyarakatan bertanggung
jawab langsung kepada kantor wilayah dapartemen Hukum dan HAM.
Pembinaan
bertujuan agar napi setelah selesai menjalani masa pidananya tidak akan
mengulangi perbuatannya (kejahatan) dan dapat hidup bermasyarakat secara wajar
serta ikut berpartisipasi dalam pembangunan. Oleh karena itu maka setiap napi
didalam lembaga permasyarakatan dibina dan di didik agar menyesali perbuatannya
dan mengembangkannya menjadi warga binaan pemasyarakatan yang baik dan taat
kepada hukum, menjunjung tinggi nila-nilai moral serta dibina dalam hal
kemandirian sebagai bekal hidup dikemudian hari apabial sudah pulang dari
LAPAS.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Taufik, Model-model konseling (Padang,
UNP,2009)
http://www.com.hukumpedia.com/ersmus70/over-kapasitas-lapas-dan-rutan-jumlah-penghuni-dan-masalah-utama.
http://animenekoi.blogspot.co.id/2012/06/stess-pada-penghuni-lapas.html.
[1] http://www.com
hukumpedia.com/ersmus70/over-kapasitas-lapas-dan-rutan-jumlah-penghuni-dan-masalah-utama
[2]
http://animenekoi.blogspot.co.id/2012/06/stess-pada-penghuni-lapas.html
[3] Taufik, Model-model konseling (Padang,
UNP,2009), hal.165
Tidak ada komentar:
Posting Komentar